ADAKAH DEMOKRASI PADA ASN ?
Negara
merupakan suatu struktur organisasi terbesar yang
ada dimuka bumi. Untuk menjalankan fungsinya negara harus dibekali sumber daya manusia dalam mewujudkan suatu
system yang mengacu pada prinsip-prinsip tujuan Negara yang ingin dicapai. Hal itu jelaslah krusial dalam mendistribusikan kepentingan apalagi pada
era post modern
seperti saat ini dimana negara hadir bukan hanya menjamin keamanan dan perlindungan warga negara,
akan tetapi Negara juga harus hadir sebagai pelayan hajat hidup masyarakat banyak yang ada di suatu tempat
yang secara administrative masyarakat itu resmi merupakan penduduk dari bagian Negara
yang merupakan tempat tinggal. Untuk itu dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Negara
berupaya membentuk suatu lembaga pelayanan masyarakat yang bersiat birokratis untuk tercapainya suatu tujuan dasar berwarga
Negara. Alhasil produk-produk dari visi suatu Negara
harus dijalankan oleh masyarakat itu sendiri,
sehingganya dalam memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya masyarakat harus mencari suatu pekerjaan
yang seyogyanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Salah satu upaya dalam menjalankan visi
Negara post modern yaitu membentuk suatua peraturan sipil Negara yang
bertugas melayani dan mengayomi warga masyarakat dalam menjalankan kehidupan normatifnya sebagai warga
Negara. Aparatur sipil Negara mempunyai tugas khusus untuk membantu melaksanakan pogram kelengkapan
administrative suatu Negara untuk membangun kinerja pemerintahan
yang bermutu dan sesuai amanat visi dan misi serta tujuan dancita-cita Negara
itu sendiri. Aparatur Sipil Negara
haruslah bertanggungjawab pada asas dan prinsip kerja dari suatu pemerintahan yang ada,
sebab sejatinya aparatur sipil Negara
mempunyai tanggungjawab penuh dalam hal mentaktisi dan menjalankan perintah Negara
untuk keberlangsungan roda pemerintahan yang baik, serta mengacu pada aturan-aturan
yang dibuat oleh Negara sehingga mampu mewujudkan suatu tatanan budaya kerja pemerintahan
yang berdasar pada asas-asas tipikal Negara post modernism.
Sebagai suatu subjek kerja yang
berintisari pada system birokratis, sejatinya Indonesia
telah menerapakan dan berupaya mewujudkan amanat dari tipe Negara post modern
itu sendiri. Kenapa demikian?. Negara Indonesia merupakan Negara kesatuan berbentuk
republic yang pada pengamalannya sisi tempolitik yang dipakai yaitu system
politik demokrasi. Konsep pokok demokrasi sudah digagas oleh para pemikir atau filosofi Yunanikuno. Salah satu filosofi yunani kuno tersebut adalah Aristoteles
(384-322 SM) berkeyakinan bahwa demokrasi adalah supremasi kumpulan masyarakat luas,
termasuk diantaranya orang-orang miskin. Ciri pokok konsep demokrasi klasik adalah yang meyangkut tiga nilai,
yaitu persamaan (equality), kebebasan (freedom), penguasaan mayoritas masyarakat (majority ruled).
Persamaan karena walaupun tidak punya materi atau harta banyak,
akan tetapi individu tetap punya hak yang dirumuskan dalam persamaan hak tersebut.
Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan karena semua manusia pada prinsipnya dilahirkan bebas,
termasuk dalam kebebasan perkataan (freedom of
speech). Sedangkan penguasaan mayoritas masyarakat terjadi karena keputusan mayoritas berdasarkan jumlah dan solidaritas dari anggota-anggota masyarakat tersebut menjadi kunci kekuatan mereka.
Di Indonesia,
ciri pokok terkait dengan nilai demokrasi diatas telah diatur oleh undang-undang No. 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur hak pilih dalam pasal 43 yang
menentukan bahwa: “Setiap warga Negara
berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara
yang langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”
Hak pilih juga tercantum dalam International
Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi
Indonesia dengan UU No. 12 Tahun 2005
tentang pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pasal 25
ICCPR menentukan bahwa, “Setiap warga Negara juga harus mempunyai hak dan kebebasan,
tanpa pembedaan apapun sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan tanpa pembatasan yang
tidak beralasan. Dari undang-undang ini yang mengatur hak politik warga Negara dinyatakan begitu jelas bahwa prinsip persamaan tanpa adanya perbedaan diantara warga
Negara menjadi pokok peratian yang begitu krusial bagi Negara
demokrasi. Substansi nilai kebebasan dan persamaan menjadi gagasan khusus untuk melegitimasi masyarakat
yang sah secara administrative dalam memimpin sturuktur organisasi Negara
dalam hal ini pemerintahan Indonesia.
Menarik jika kita menelusuri fakta dan realita
yang terjadi di Negara Indonesia. Sebagaimana yang
telah tertera diatas terkait masalah hak politik dan asas demokrasi, sebagaiamana prinsip
Negara post modern, Negara menghadirkan Aparatur Sipil Negara
dalam mendistribusikan dan mengeksekusi kepentingan masyarakat banyak,
disatusisi Aparatur Sipil Negara merupakan pelayan masyarakat yang
diatur oleh negara, tapi disisi lain Aparatur Sipil Negara merupakan Warga Negara
ataupun Masyarakat yang
kiranya melekat pada dirinya Hak Asasi Manusia termasuk Hak Politik didalamnya.
Akan tetapi, pada peraturan yang telah dibentuk, Negara
seakan membatasi hak politik dari ASN
untuk menyalurkan aspirasinya dalam jalur politik praktis. Seperti contoh sekelompok masyarakat menginginkan adasalah satu
figure yang ikut serta pada kontestasi pemilihan kepala daerah, akan tetapi mereka yang
ingin ikut pada kontestasi pemilu itu harus berpikir dua kali
terhadap keputusannya untuk maju pada kontestasi pemilu tersebut disebabkan regulasi
yang mengharuskan ASN
harus mengundurkan diri dari jabatannya jika ingin maju pada kontestasi politik praktis.
Fenomena ini berpotensi menimbulkan disorientasi pemenuhan kepentingan minoritas serta berpotensi menghadirkan pemilu dengan calon tunggal.
Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 41/PUU-XIII/2014 tanggal 6
Juli 2015, dimana PNS (Sekarang Bernama ASN) yang
mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati,
Wali Kota/Wakil Wali Kota Wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai
ASN sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur,
Bupati/Wakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota.
Sementara itu hak demokrasi yang
ada pada Aparatur Sipil Negara juga dibatasi pada UU Nomor 5 Tahun 2014
dimana Aparatur Sipil Negara
dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Jika ada ASN yang
menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik
, maka akan diberhentikan secara tidak hormat. Dari
peraturan diatas terlihat jelas bahwa tidak adanya nilai kebebasan pada setiap ASN
dalam menjalankan hak politiknya sebagai warga masyarakat. Jika kita kembali pada ciri
pokok demokrasi tadi. Tergambar jelas bahwa kebijakan dan peraturan yang
ada seakan-akan membatasi hak politik ASN yaitu pada aspek kebebasan dan persamaan,
realita yang ada juga terkait masalah simbol-simbol politik atau symbol yang
ada pada setiap perhelatan pemilu juga menjadi sorotan tajam pemerintah terhadap ASN,
mereka dilarang dalam segala hal bahkan sekedar postingan foto atau gambar di media social
yang sejatinya bukan menjadi prioritas penilaian terhadap suatu ASN.
Seharusnya pemerintah lebih berfokus pada sorotan kinerja masing-masing ASN agar
supaya pemerintah yang sedang bertugas dapat mewujudkan cita-cita Negara
sebagaimana prinsip dari tipe Negara post modern itu sendiri.