ADAKAH DEMOKRASI PADA ASN ?

Iklan Semua Halaman

Iklan

ADAKAH DEMOKRASI PADA ASN ?

FKMM Gorontalo
Senin, 09 Maret 2020

ADAKAH DEMOKRASI PADA ASN ?

       Negara merupakan suatu struktur organisasi terbesar yang ada dimuka bumi. Untuk menjalankan fungsinya negara harus dibekali sumber daya manusia dalam mewujudkan suatu system yang mengacu pada prinsip-prinsip tujuan Negara yang ingin dicapai. Hal itu jelaslah krusial dalam mendistribusikan kepentingan apalagi pada era post modern seperti saat ini dimana negara hadir bukan hanya menjamin keamanan dan perlindungan warga negara, akan tetapi Negara juga harus hadir sebagai pelayan hajat hidup masyarakat banyak yang ada di suatu tempat yang secara administrative masyarakat itu resmi merupakan penduduk dari bagian Negara yang merupakan tempat tinggal. Untuk itu dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Negara berupaya membentuk suatu lembaga pelayanan masyarakat yang bersiat birokratis untuk tercapainya suatu tujuan dasar berwarga Negara. Alhasil produk-produk dari visi suatu Negara harus dijalankan oleh masyarakat itu sendiri, sehingganya dalam memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya masyarakat harus mencari suatu pekerjaan yang seyogyanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

       Salah satu upaya dalam menjalankan visi Negara post modern yaitu membentuk suatua peraturan sipil Negara yang bertugas melayani dan mengayomi warga masyarakat dalam menjalankan kehidupan normatifnya sebagai warga Negara. Aparatur sipil Negara mempunyai tugas khusus untuk membantu melaksanakan pogram kelengkapan administrative suatu Negara untuk membangun kinerja pemerintahan yang bermutu dan sesuai amanat visi dan misi serta tujuan dancita-cita Negara itu sendiri. Aparatur Sipil Negara haruslah bertanggungjawab pada asas dan prinsip kerja dari suatu pemerintahan yang ada, sebab sejatinya aparatur sipil Negara mempunyai tanggungjawab penuh dalam hal mentaktisi dan menjalankan perintah Negara untuk keberlangsungan roda pemerintahan yang baik, serta mengacu pada aturan-aturan yang dibuat oleh Negara sehingga mampu mewujudkan suatu tatanan budaya kerja pemerintahan yang berdasar pada asas-asas tipikal Negara post modernism.

      Sebagai suatu subjek kerja yang berintisari pada system birokratis, sejatinya Indonesia telah menerapakan dan berupaya mewujudkan amanat dari tipe Negara post modern itu sendiri. Kenapa demikian?. Negara Indonesia merupakan Negara kesatuan berbentuk republic yang pada pengamalannya sisi tempolitik yang dipakai yaitu system politik demokrasi. Konsep pokok demokrasi sudah digagas oleh para pemikir atau filosofi Yunanikuno. Salah satu filosofi yunani kuno tersebut adalah Aristoteles (384-322 SM) berkeyakinan bahwa demokrasi adalah supremasi kumpulan masyarakat luas, termasuk diantaranya orang-orang miskin. Ciri pokok konsep demokrasi klasik adalah yang meyangkut tiga nilai, yaitu persamaan (equality), kebebasan (freedom), penguasaan mayoritas masyarakat (majority ruled). Persamaan karena walaupun tidak punya materi atau harta banyak, akan tetapi individu tetap punya hak yang dirumuskan dalam persamaan hak tersebut. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan karena semua manusia pada prinsipnya dilahirkan bebas, termasuk dalam kebebasan perkataan (freedom of speech). Sedangkan penguasaan mayoritas masyarakat terjadi karena keputusan mayoritas berdasarkan jumlah dan solidaritas dari anggota-anggota masyarakat tersebut menjadi kunci kekuatan mereka.

      Di Indonesia, ciri pokok terkait dengan nilai demokrasi diatas telah diatur oleh undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur hak pilih dalam pasal 43 yang menentukan bahwa: “Setiap warga Negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.” Hak pilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 12 Tahun 2005 tentang pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pasal 25 ICCPR menentukan bahwa, “Setiap warga Negara juga harus mempunyai hak dan kebebasan, tanpa pembedaan apapun sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak beralasan. Dari undang-undang ini yang mengatur hak politik warga Negara dinyatakan begitu jelas bahwa prinsip persamaan tanpa adanya perbedaan diantara warga Negara menjadi pokok peratian yang begitu krusial bagi Negara demokrasi. Substansi nilai kebebasan dan persamaan menjadi gagasan khusus untuk melegitimasi masyarakat yang sah secara administrative dalam memimpin sturuktur organisasi Negara dalam hal ini pemerintahan Indonesia.

      Menarik jika kita menelusuri fakta dan realita yang terjadi di Negara Indonesia. Sebagaimana yang telah tertera diatas terkait masalah hak politik dan asas demokrasi, sebagaiamana prinsip Negara post modern, Negara menghadirkan Aparatur Sipil Negara dalam mendistribusikan dan mengeksekusi kepentingan masyarakat banyak, disatusisi Aparatur Sipil Negara merupakan pelayan masyarakat yang diatur oleh negara, tapi disisi lain Aparatur Sipil Negara merupakan Warga Negara ataupun Masyarakat yang kiranya melekat pada dirinya Hak Asasi Manusia termasuk Hak Politik didalamnya. Akan tetapi, pada peraturan yang telah dibentuk, Negara seakan membatasi hak politik dari ASN untuk menyalurkan aspirasinya dalam jalur politik praktis. Seperti contoh sekelompok masyarakat menginginkan adasalah satu figure yang ikut serta pada kontestasi pemilihan kepala daerah, akan tetapi mereka yang ingin ikut pada kontestasi pemilu itu harus berpikir dua kali terhadap keputusannya untuk maju pada kontestasi pemilu tersebut disebabkan regulasi yang mengharuskan ASN harus mengundurkan diri dari jabatannya jika ingin maju pada kontestasi politik praktis. Fenomena ini berpotensi menimbulkan disorientasi pemenuhan kepentingan minoritas serta berpotensi menghadirkan pemilu dengan calon tunggal. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 41/PUU-XIII/2014 tanggal 6 Juli 2015, dimana PNS (Sekarang Bernama ASN) yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota Wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai ASN sejak ditetapkan sebagai calon peserta Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota.
      
      Sementara itu hak demokrasi yang ada pada Aparatur Sipil Negara juga dibatasi pada UU Nomor 5 Tahun 2014 dimana Aparatur Sipil Negara  dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Jika ada ASN yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik , maka akan diberhentikan secara tidak hormat. Dari peraturan diatas terlihat jelas bahwa tidak adanya nilai kebebasan pada setiap ASN dalam menjalankan hak politiknya sebagai warga masyarakat. Jika kita kembali pada ciri pokok demokrasi tadi. Tergambar jelas bahwa kebijakan dan peraturan yang ada seakan-akan membatasi hak politik ASN yaitu pada aspek kebebasan dan persamaan, realita yang ada juga terkait masalah simbol-simbol politik atau symbol yang ada pada setiap perhelatan pemilu juga menjadi sorotan tajam pemerintah terhadap ASN, mereka dilarang dalam segala hal bahkan sekedar postingan foto atau gambar di media social yang sejatinya bukan menjadi prioritas penilaian terhadap suatu ASN. Seharusnya pemerintah lebih berfokus pada sorotan kinerja masing-masing ASN agar supaya pemerintah yang sedang bertugas dapat mewujudkan cita-cita Negara sebagaimana prinsip dari tipe Negara post modern itu sendiri.

Penulis : Husein Hasni