Covid-19 Menimbulkan Polarisasi
Oleh :
Achmad Husein Hasni
Achmad Husein Hasni
Wabah
Covid-19 membuat banyak masyarakat risau dan khawatir, hal ini terjadi karena
status pandemi yang ditetapkan oleh WHO sehingga berbagai negara mengeluarkan
edaran untuk mengintruksikan langsung kepada seluruh warga masyarakat agar
dapat melakukan pekerjaan dari rumah dan membatasi seluruh aktivitas warga
masyarakat yang sifatnya mengundang kerumunan orang, dalam arti kata social
distancing harus diterapkan oleh masyarakat dengan tujuan untuk mencegah tertularnya
covid-19 kepada orang-orang yang berada di sekitar kita. Beberapa negara harus
melakukan lock down untuk memutus rantai penyebaran dari covid-19 ini. Hal ini
dilakukan karena belum adanya vaksin yang dapat memusnahkan virus tersebut.
Alhasil dengan adanya virus ini, aktivitas social masyarakat menjadi terbatas,
dan harus sedini mungkin mengantisipasi penyebaran virus corona ini dengan
cara-cara yang sederhana, seperti menggunakan masker, selalu mencuci tangan
dengan memakai sabun dan berupaya untuk tidak keluar dari rumah. Jika kita
melihat di media social, tampaknya masih banyak masyarakat yang kurang
memperdulikan akan intruksi yang diedarkan oleh pemerintah ini. Nyatanya masih
banyak masyarakat yang melakukan aktivitas bepergian atau jalan-jalan hanya
untuk sekedar menyegarkan pikiran dari kebosanan yang terjadi selama wabah ini
ada. Mereka beranggapan bahwa di rumah tidak akan menjadikan diri mereka
produktif, sehingganya keluar rumah adalah cara terbaik untuk mengisi
kekosongan hari ditengah edaran pemerintah yang mengharuskan masyarakat untuk
bekerja dari rumah. Di sisi lain kampus-kampus dan sekolah di tutup aktivitas
pembelajarannya. Untuk universitas, para pimpinan kampus seluruh Indonesia juga
mengeluarkan edaran kepada seluruh masyarakat kampus untuk melaksanakan
aktifitas kerjanya dari rumah termasuk proses perkuliahan. Untuk system
perkuliahan yang sebelumnya tatap muka harus diganti dengan system kuliah
DARING (dalam jaringan). Terkait dengan hal tersebut, tidak sedikit mahasiswa
yang mengeluh dengan adanya proses kuliah online ini. Penulis mengambil sampel pada
beberapa mahasiswa yang kuliah di kota Gorontalo. Mereka mengeluhkan terkait
dengan system kuliah online ini. Hal ini terjadi karena keterbatasan sarana dan
prasarana serta akses jaringan internet di berbagai kawasan yang ada di daerah
Gorontalo, sehingga menjadikan para mahasiswa harus berusaha lebih keras dalam mendapatkan
akses untuk melakukan proses kuliah daring. Di sisi yang lain banyak juga
mahasiswa yang mengeluhkan terkait dengan kuantitas tugas yang diberikan oleh
dosen kepada mahasiswa, tapi menurut penulis hal itu merupakan konsekuensi
logis dari mahasiswa sebagai individu yang menjalankan proses pembelajaran.
Terkait masalah ekonomi mahasiswa, penulis menganggap hal ini menarik juga
untuk dibahas. Pasalnya banyak mahasiswa yang mengeluh karena harus
mengeluarkan biaya lebih banyak hanya untuk mengisi kuota internet supaya bisa
mengikuti perkuliahan dengan system online ini. Sekiranya hal-hal tersebut
patutlah diperhatikan oleh pihak yang berwenang agar bisa memberikan kemudahan
bagi para mahasiswa untuk mejalani perkuliahan di tengah wabah covid-19 yang
melanda negara Indonesia.
Semua
fenomena di atas merupakan contoh masalah-masalah social yang terjadi
diakibatkan wabah virus corona yang menyebar sampai ke Indonesia. Tidak
terkecuali dengan masalah polarisasi. Kita tahu bersama, bahwa Indonesia adalah
negara yang masyarakatnya memiliki kepercayaan atau agama. Dengan adanya wabah
ini, praktis kegiatan-kegiatan peribadatan yang bersifat jamaah atau
dilaksanakan oleh banyak oranag pada satu tempat tertentu harus di batasi
bahkan ditiadakan. Terlebih dengan wilayah gorontalo yang masyarakatnya kental
akan adat bersendikan sara dan sara bersendikan kitabullah. Hal ini menjadikan
masyarakat Gorontalo terpolarisasi terkait dengan aktivitas-aktivitas keagamaan
yang ada. Secara teoritis, penulis mengambil kutipan dari tulisan Rasid Yunus
yang membahas tentang polarisasi, ia mengatakan bahwa polarisasi adalah proses,
perbuatan, kecenderungan pembagian atas dua bagian yang berlawanan dan ekstrim.
Dalam tulisannya ia menambah penjelasan terkait dengan polarisasi kelompok. Ia
mengatakan bahwa polarisasi kelompok adalah kecenderungan atau gejala kelompok
yang menyebabkan orang mengubah keputusan mereka, baik kearah yang lebih teliti
atau lebih mengandung resiko. Dari tulisan tersebut, penulis mencoba untuk
mengaitkan ini dengan perintah MUI yaitu tentang pembatasan pelaksanaan solat
berjamaah di mesjid. Penulis mencoba mengamati apa yang terjadi di Provinsi
Gorontalo. Pada hari rabu tanggal 25 Maret 2020, MUI Provinsi Gorontalo
mengeluarkan edaran terkait aktivitas masyarakat Gorontalo di tengah wabah
virus corona, dengan isi mengajak masyarakat Gorontalo untuk tidak melakukan
kegiatan yang bersifat menimbulkan perkumpulan orang banyak salah satunya yaitu
membatasi adanya pelaksanaan solat berjamaah di masjid dan solat jumat, dan
mengerjakan aktivitas peribadatan di rumah. Hal ini menimbulkan polarisasi di
berbagai masyarakat khususnya di daerah kota Gorontalo. Ketua umum Majelis
Ulama Provinsi Gorontalo Ustad Abdurrahman Bahmid menyampaikan di salah satu
media bahwa hal ini harus dilakukan sebagai upaya pencegahan kemudharatan bagi
banyak orang karena status provinsi Gorontalo yang sudah masuk pada wilayah
abu-abu atau status siaga, untuk itu perlu adanya keterlibatan dan kesadaran
masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas di luar rumah demi menjaga kondisi
masyarakat Gorontalo agar tidak tertular covid-19. Tapi di sisi lain, ada juga
pertentangan dari beberapa masyarakat terkait dengan edaran dari MUI ini.
Mereka beralasan bahwa, selama orang tersebut belum merasa sakit apalagi
menunjukkan gejala-gejala virus corona. Maka selama itu masih wajib bagi
seseorang untuk melaksanakan solat secara berjamaah di mesjid, terutama solat
jumat. Apalagi kita semua meyakini bahwa dengan ibadah Insya Allah segala
marabahaya yang terjadi di muka bumi akan dimusnahkan oleh Tuhan yang maha
kuasa. Di satu sisi mereka beranggapan bahwa, terjadi ketidak berimbangan antara
masalah duniawi dan masalah agama, hal ini terjadi karena masjid atau tempat
ibadah harus di tutup, sementara tempat-tempat lain yang menimbulkan kerumunan
orang belum saja di tutup seperti rumah makan dan tempat-tempat perbelanjaan.
Hal ini tentu saja dapat menimbulkan kemudharatan juga bagi masyarakat, bahkan
mereka menganggap bahwa pemerintah belum melakukan langkah yang sangat kongkrit
yaitu lock down untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di daerah
Gorontalo.
Polarisasi
ini cukup menimbulkan perdebatan dan kebisingan di ranah publik karena sudah
masuk pada sisi privat dari seseorang terkait dengan hak-hak mereka secara
individu. Akan tetapi di sisi lain penulis menilai bahwa perlu ada kesadaran
dari berbagai pihak untuk sama-sama mengantisipasi penyebaran dari virus corona
ini. Cukup sulit juga untuk menentukan kebenaran dari situasi yang memang bisa
dikatakan sulit. Akan tetapi satu hal yang perlu kita sadari bahwa. Manusia
adalah mahluk social yang antara satu sama lain saling membutuhkan. Untuk itu
diperlukan rasa empati dan pengertian yang cukup besar dalam menghadapai
fenomena penyakit yang ada di tahun ini, serta penulis percaya bahwa
kemudharatan timbul dari masing-masing manusia yang selalu bersikap seenaknya
pada sekitar. Sekiranya dari apa yang kita kerjakan, harus senantiasa
memperdulikan kondisi lingkungan dan orang-orang yang ada di sekitar kita, agar
kita semua bisa terhindar dari kemudhratan yang lebih besar.
Penulis adalah Mahasiswa PPKn FIS
UNG
Aktivis FKMM-Gorontalo (Forum Komunikasi
Mahasiswa Muslim)