Covid-19 Menimbulkan Polarisasi

Iklan Semua Halaman

Iklan

Covid-19 Menimbulkan Polarisasi

FKMM Gorontalo
Jumat, 27 Maret 2020

Covid-19 Menimbulkan Polarisasi
Oleh : 
Achmad Husein Hasni
Wabah Covid-19 membuat banyak masyarakat risau dan khawatir, hal ini terjadi karena status pandemi yang ditetapkan oleh WHO sehingga berbagai negara mengeluarkan edaran untuk mengintruksikan langsung kepada seluruh warga masyarakat agar dapat melakukan pekerjaan dari rumah dan membatasi seluruh aktivitas warga masyarakat yang sifatnya mengundang kerumunan orang, dalam arti kata social distancing harus diterapkan oleh masyarakat dengan tujuan untuk mencegah tertularnya covid-19 kepada orang-orang yang berada di sekitar kita. Beberapa negara harus melakukan lock down untuk memutus rantai penyebaran dari covid-19 ini. Hal ini dilakukan karena belum adanya vaksin yang dapat memusnahkan virus tersebut. Alhasil dengan adanya virus ini, aktivitas social masyarakat menjadi terbatas, dan harus sedini mungkin mengantisipasi penyebaran virus corona ini dengan cara-cara yang sederhana, seperti menggunakan masker, selalu mencuci tangan dengan memakai sabun dan berupaya untuk tidak keluar dari rumah. Jika kita melihat di media social, tampaknya masih banyak masyarakat yang kurang memperdulikan akan intruksi yang diedarkan oleh pemerintah ini. Nyatanya masih banyak masyarakat yang melakukan aktivitas bepergian atau jalan-jalan hanya untuk sekedar menyegarkan pikiran dari kebosanan yang terjadi selama wabah ini ada. Mereka beranggapan bahwa di rumah tidak akan menjadikan diri mereka produktif, sehingganya keluar rumah adalah cara terbaik untuk mengisi kekosongan hari ditengah edaran pemerintah yang mengharuskan masyarakat untuk bekerja dari rumah. Di sisi lain kampus-kampus dan sekolah di tutup aktivitas pembelajarannya. Untuk universitas, para pimpinan kampus seluruh Indonesia juga mengeluarkan edaran kepada seluruh masyarakat kampus untuk melaksanakan aktifitas kerjanya dari rumah termasuk proses perkuliahan. Untuk system perkuliahan yang sebelumnya tatap muka harus diganti dengan system kuliah DARING (dalam jaringan). Terkait dengan hal tersebut, tidak sedikit mahasiswa yang mengeluh dengan adanya proses kuliah online ini. Penulis mengambil sampel pada beberapa mahasiswa yang kuliah di kota Gorontalo. Mereka mengeluhkan terkait dengan system kuliah online ini. Hal ini terjadi karena keterbatasan sarana dan prasarana serta akses jaringan internet di berbagai kawasan yang ada di daerah Gorontalo, sehingga menjadikan para mahasiswa harus berusaha lebih keras dalam mendapatkan akses untuk melakukan proses kuliah daring. Di sisi yang lain banyak juga mahasiswa yang mengeluhkan terkait dengan kuantitas tugas yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswa, tapi menurut penulis hal itu merupakan konsekuensi logis dari mahasiswa sebagai individu yang menjalankan proses pembelajaran. Terkait masalah ekonomi mahasiswa, penulis menganggap hal ini menarik juga untuk dibahas. Pasalnya banyak mahasiswa yang mengeluh karena harus mengeluarkan biaya lebih banyak hanya untuk mengisi kuota internet supaya bisa mengikuti perkuliahan dengan system online ini. Sekiranya hal-hal tersebut patutlah diperhatikan oleh pihak yang berwenang agar bisa memberikan kemudahan bagi para mahasiswa untuk mejalani perkuliahan di tengah wabah covid-19 yang melanda negara Indonesia.

Semua fenomena di atas merupakan contoh masalah-masalah social yang terjadi diakibatkan wabah virus corona yang menyebar sampai ke Indonesia. Tidak terkecuali dengan masalah polarisasi. Kita tahu bersama, bahwa Indonesia adalah negara yang masyarakatnya memiliki kepercayaan atau agama. Dengan adanya wabah ini, praktis kegiatan-kegiatan peribadatan yang bersifat jamaah atau dilaksanakan oleh banyak oranag pada satu tempat tertentu harus di batasi bahkan ditiadakan. Terlebih dengan wilayah gorontalo yang masyarakatnya kental akan adat bersendikan sara dan sara bersendikan kitabullah. Hal ini menjadikan masyarakat Gorontalo terpolarisasi terkait dengan aktivitas-aktivitas keagamaan yang ada. Secara teoritis, penulis mengambil kutipan dari tulisan Rasid Yunus yang membahas tentang polarisasi, ia mengatakan bahwa polarisasi adalah proses, perbuatan, kecenderungan pembagian atas dua bagian yang berlawanan dan ekstrim. Dalam tulisannya ia menambah penjelasan terkait dengan polarisasi kelompok. Ia mengatakan bahwa polarisasi kelompok adalah kecenderungan atau gejala kelompok yang menyebabkan orang mengubah keputusan mereka, baik kearah yang lebih teliti atau lebih mengandung resiko. Dari tulisan tersebut, penulis mencoba untuk mengaitkan ini dengan perintah MUI yaitu tentang pembatasan pelaksanaan solat berjamaah di mesjid. Penulis mencoba mengamati apa yang terjadi di Provinsi Gorontalo. Pada hari rabu tanggal 25 Maret 2020, MUI Provinsi Gorontalo mengeluarkan edaran terkait aktivitas masyarakat Gorontalo di tengah wabah virus corona, dengan isi mengajak masyarakat Gorontalo untuk tidak melakukan kegiatan yang bersifat menimbulkan perkumpulan orang banyak salah satunya yaitu membatasi adanya pelaksanaan solat berjamaah di masjid dan solat jumat, dan mengerjakan aktivitas peribadatan di rumah. Hal ini menimbulkan polarisasi di berbagai masyarakat khususnya di daerah kota Gorontalo. Ketua umum Majelis Ulama Provinsi Gorontalo Ustad Abdurrahman Bahmid menyampaikan di salah satu media bahwa hal ini harus dilakukan sebagai upaya pencegahan kemudharatan bagi banyak orang karena status provinsi Gorontalo yang sudah masuk pada wilayah abu-abu atau status siaga, untuk itu perlu adanya keterlibatan dan kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas di luar rumah demi menjaga kondisi masyarakat Gorontalo agar tidak tertular covid-19. Tapi di sisi lain, ada juga pertentangan dari beberapa masyarakat terkait dengan edaran dari MUI ini. Mereka beralasan bahwa, selama orang tersebut belum merasa sakit apalagi menunjukkan gejala-gejala virus corona. Maka selama itu masih wajib bagi seseorang untuk melaksanakan solat secara berjamaah di mesjid, terutama solat jumat. Apalagi kita semua meyakini bahwa dengan ibadah Insya Allah segala marabahaya yang terjadi di muka bumi akan dimusnahkan oleh Tuhan yang maha kuasa. Di satu sisi mereka beranggapan bahwa, terjadi ketidak berimbangan antara masalah duniawi dan masalah agama, hal ini terjadi karena masjid atau tempat ibadah harus di tutup, sementara tempat-tempat lain yang menimbulkan kerumunan orang belum saja di tutup seperti rumah makan dan tempat-tempat perbelanjaan. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan kemudharatan juga bagi masyarakat, bahkan mereka menganggap bahwa pemerintah belum melakukan langkah yang sangat kongkrit yaitu lock down untuk mengantisipasi penyebaran virus corona di daerah Gorontalo.

Polarisasi ini cukup menimbulkan perdebatan dan kebisingan di ranah publik karena sudah masuk pada sisi privat dari seseorang terkait dengan hak-hak mereka secara individu. Akan tetapi di sisi lain penulis menilai bahwa perlu ada kesadaran dari berbagai pihak untuk sama-sama mengantisipasi penyebaran dari virus corona ini. Cukup sulit juga untuk menentukan kebenaran dari situasi yang memang bisa dikatakan sulit. Akan tetapi satu hal yang perlu kita sadari bahwa. Manusia adalah mahluk social yang antara satu sama lain saling membutuhkan. Untuk itu diperlukan rasa empati dan pengertian yang cukup besar dalam menghadapai fenomena penyakit yang ada di tahun ini, serta penulis percaya bahwa kemudharatan timbul dari masing-masing manusia yang selalu bersikap seenaknya pada sekitar. Sekiranya dari apa yang kita kerjakan, harus senantiasa memperdulikan kondisi lingkungan dan orang-orang yang ada di sekitar kita, agar kita semua bisa terhindar dari kemudhratan yang lebih besar.
Penulis adalah Mahasiswa PPKn FIS UNG
Aktivis FKMM-Gorontalo (Forum Komunikasi Mahasiswa Muslim)