FKMM, Civil Society dan Pembangunan Beretika

Iklan Semua Halaman

Iklan

FKMM, Civil Society dan Pembangunan Beretika

FKMM Gorontalo
Kamis, 12 Maret 2020

FKMM, Civil Society dan Pembangunan Beretika





a. Sekelumit tentang FKMM
Forum Komunikasi Mahasiswa Muslim (FKMM) merupakan organ ekstra mahasiswa yang berada di wilayah regional sulawesi. Organ ini menampung seluruh mahasiswa yang memiliki bakat untuk mengembangkan kreativitas-pengetahuan baik pengetahuan faktual, konseptual, prosedural maupun mengembangkan pengetahuan metakognisi. FKMM memiliki tipologi yang berbeda dengan organisasi lain, hal ini nampak pada  fleksibilitas kader dan alumni. Setiap kader dan alumni bebas beraktivitas diorganisasi mana pun, yang penting setiap aktivitas yang dijalankan berimplikasi kebaikan pada orang banyak.

FKMM beranggapan bahwa apapun organ yang digeluti pasti yang diinginkan adalah pengembangan bakat dan menjalankan kebaikan. Oleh karena itu, FKMM tidak memberi batasan kepada kader dan alumninya untuk beraktivitas dimanapun. FKMM merupakan wadah yang sifatnya forum yang memfasilitasi ide-ide progresif untuk menuju perubahan sebuah daerah maupun perubahan bangsa dan negara Indonesia.

Selain itu, ada tradisi pengetahuan yang menarik di FKMM, yakni pola pikir yang dibentuk yakni berpikir skala global tetapi bertindak lokal. Dalam bahasa lain FKMM memberi keleluasaan kepada kader dan alumninya untuk memperdalam asupan  pengetahuan global terutama relasi kuasa-global, kepentingan politik global, tetapi dalam prakteknya mempertimbangkan kondisi lokal (Local Wisdom). Sebab legitimasi kuasa global bisa tercapai dan diterapkan di negara dan daerah manakala daerah memungkinkan untuk mendukung agenda global tersbut. Oleh karena itu, diperlukan kematangan pikiran untuk kondisi lokal. Pada sisi itu FKMM mengambil peran terutama dalam wacana pengetahuannya.
           
Tentang organisasi kepemudaan, penulis teringat dengan lahirnya organisasi kepemudaan zaman dahulu, sebut saja dalam periode kebangkitan nasional dan pergerakan nasional lahirnya organisasi Budi Utomo yang didirikan oleh dr Wahidin Sudirohusodo tahun 1908, kemudian tahun 1911 lahirlah Serekat Islam (SI) oleh Haji Oemar Said Cokroaminoto atau yang biasa dikenal H.O.S Cokroaminoto dan tahun 1913 lahir pula organisasi Indsche Partij oleh Duwes Dekker dkk. Lahirnya organisasi perjuangan ini sebagai respon dari pemuda-pemudi Indonesia terhadap hegemoni yang dilakukan penjajah baik penjajahan secara politik, pemerintahan dan ekonomi Indonesia. Organisasi ini pula sebagai wadah untuk menyatukan semangat kolektifitas pemuda Indonesia menyusun perlawan taktis terhadap penjajah.

Jika kita mempelajari bagaimana lahirnya organisasi kepemudaan di zaman sebelum dan sesudah kemerdekaan kurang lebih semangatnya hampir sama dengan semangat yang timbul dari mahasiswa dan alumni FKMM. Tinggal yang menjadi soal adalah konsistensi dalam menjalankan semangat yang terjewantahkan lewat nilai-nilai kebaikan. Tentunya nilai-nilai kebaikan tersebut diperoleh dari proses dialektika pengetahuan sehingga melahirkan kesadaran kritis maupun kesadaran transformatif.

Kesadaran kritis harapannya adalah pemuda yang tergabung dalam FKMM memahami sistem dan struktur yang menjadi sumber masalah. Selama ini kita kadang melihat masalah hanya dari satu kacamata berpikir saja. Sebagai contoh ketika kita melihat pengemis dan pencuri terkadang yang digunakan hanyalah pendekatan kriminologi. Padahal kita lupa jika ditanya  pasti mereka tidak menghendaki pekerjaan itu. Tapi karena keadaanlah membuat mereka melakukan hal tersebut. Berarti ada yang keliru dalam program penuntasan kemiskinan oleh pemerintah. Maka dalam konteks ini, masyarakat harus dididik untuk menemukan keterkaitan antar setiap sistem, menemukan celanya, lalu berusaha membangun ruang baru yang lebih mengembangkan potensi masyarakat. Kesadaran ini akan berusaha menghapuskan ketidakadilan dalam sistem. Jika sistem yang berlaku adil, tentunya tidak akan ditemukan permasalahan berarti di dalam masyarakat. Sistem yang baik akan menggiring masyarakat ke arah yang lebih baik, dan begitu pula seharusnya. Dengan demikian, masyarakat harus dididik dalam pola yang dialogis untuk menyelesaikan berbagai permasalahan. Bukan kita yang justru menambah beban masalah masyarakat, bangsa bahkan negara.

Kesadaran transformatif harapannya adalah pemuda yang tergabung dalam FKMM memiliki konsistensi dalam memperjuangkan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran. Karena hakikat dari kesadaran transformatif yaitu “Kesadarannya Kesadaran” yang berarti seseorang bukan hanya memiliki kesadaran kritis yang mampu memetakan sumber masalah di masyarakat dan mampu mencari solusi namun lebih dari itu. Dimana seorang pemuda yang konsisten antara pikiran, ucapan, dan perbuatan.

Organ ini pula diharapkan dapat memberikan ruang kepada anak-anak muda khususnya mereka-mereka yang berstatus kader aktif maupun alumni untuk mengembangkan ide yang konstruktif demi membentengi dan menggawangi organ ini dari kekurangan pasokan pengetahuan dan kesadaran baik kesadaran kritis maupun kesadaran transformatif. Hal ini penting agar anak-anak muda yang lahir dari FKMM menjadi anak muda yang matang akan ide, analisis, dan solutif terhadap problem kemasyarakatan.

b. Antara FKMM dan Tradisi Civil Society
Menyoal FKMM sebagai bagian dari tradisi civil society merupakan kajian yang menarik, Karena FKMM diletakan pada bagian dari gerakan dan indikator masyarakat yang demokratis. Hanya saja apakah gerakan FKMM benar-benar gerakan murni civil society yang memiliki tujuan untuk kemaslahatan orang banyak dengan pola dan sistem demokrasi atau malah sebaliknya. Salah satu ciri negara demokratis adalah memelihara dan menjamin terbentuknya masyarakat yang kuat dan terorganisir lewat gerakan civil society. Melalui civil society warga negara dibiasakan menjadi kelompok dan kekuatan tersendiri untuk mengamati perjalanan sebuah bangsa termasuk pembangunan baik yang berskala lokal maupun nasional. Tradisi civil society juga menjamin hak-hak rakyat untuk berpartisipasi baik secara formal maupun secara informal dalam proses pembangunan demokrasi.

Civil society sendiri menurut para ahli sangat beragam. Sebut saja civil society yang diartikulasikan oleh Alexis de Toqueville berdasarkan pengalamannya pada Amerika Serikat dimana civil society sangat menekankan pada masyakarat horizontal. Maksudnya masyarakat horozontal di sini adalah dalam mereaktualisasikan ide dan gagasan yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan tidak terjebak pada latar belakang individu melainkan seberapa dalam isi dan makna dari ide dan gagasan tersebut serta seberapa pengaruhnya terhadap perkembangan organisasi dan masyarakat pada umumnya. Selain itu, Nurcholish Madjid lebih menekankan bahwa civil society lebih diletakan pada aspek budaya. Konsep civil society dalam level ini adalah civility (keberadaban) dan fraternity (persaudaraan). Ciri lainnya antara lain adanya trust (kepercayaan) di antara kelompok-kelompok sosial, toleransi, dan dijunjung tingginya HAM, akuntabilitas, serta keterikatan pada hukum (Baca; Sukron Kamil “Pemikiran Politik Islam Tematik” agama dan negara, demokrasi, civil society, syariah dan HAM, fundamentalisme, dan antikorupsi: 2013:130).

Kemudian Afan Gafar mengemukakan bahwa civil society merupakan space atau ruang yang terletak diantara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain, hal yang sama disampaikan oleh Walker bahwa dalam ruang tersebut terdapat asosiasi warga masyarakat yang bersifat sukarela yang hubungannya dikembangkan atas dasar toleransi dan saling menghargai satu sama lain (Baca; Sukron Kamil “Pemikiran Politik Islam Tematik” agama dan negara, demokrasi, civil society, syariah dan HAM, fundamentalisme, dan antikorupsi: 2013:131).

Selanjutnya, Helmut Anheirer menguraikan konsep indeks civil society. Indeks ini terdiri dari indikator untuk mengukur civil society yang biasa juga disebut dengan pilar-pilar civil society. Adapun pilar-pilar civil society antara lain organisasi sosial politik, organisasi kemasyarakatan, organisasi kepemudaan, lembaga penelitian, lembaga pendidikan terutama pendidikan tinggi, lembaga peradilan, LSM, organisasi buruh, media massa dan cetak, organisasi komunitas (Paguyuban), serta organisasi pemberdayaan wanita. Adapun indeks civil society meliputi: (1)  struktur dengan subdimensi keanggotaan, partisipasi, distribusi, komposisi, dan sumber daya; (2)  ruang dengan subdimensi hukum dan peraturan, jaringan ke pemerintah dan bisnis serta norma sosial; (3) nilai dengan subdimensi toleransi, HAM, kesetaraan jenjang, tranparansi-akuntabilitas serta peran stakeholder; (4) dampak dengan subdimensi kebijakan publik dan pemantauan pemerintah, responsif, serta efektifitas organisasi (Baca; Sukron Kamil “Pemikiran Politik Islam Tematik” agama dan negara, demokrasi, civil society, syariah dan HAM, fundamentalisme, dan antikorupsi: 2013:132).

Dalam pengertian dan indikator gerakan civil society di atas, mari kita sejanak berkontemplasi seiring dengan hadirnya FKMM. Secara faktual eksistensi FKMM merupakan bagian dari tradisi dan gerakan civil society. Tapi secara akademik yang lebih mengedepankan nilai, mungkin saja FKMM masih perlu untuk berbenah. Mengapa? Menurut penulis masih banyak hal-hal yang harus dibenahi diantarannya dari segi penataan organisasi, administrasi organisasi, penguatan pengetahuan anggota organisasi, kegiatan yang sifatnya permanen bukan kegiatan insidental atau tiba saat tiba akal, memperbanyak diskusi yang produktif, mewadahi kajian dalam bentuk riset mini atau riset formal, serta merumuskan secara komprehensif tujuan FKMM. Mudah-mudahan dengan beberapa cara tersebut dan mungkin saja masih ada cara-cara lain baik dari pembaca yang budiman maupun para senior serta sesepuh, akan menjadikan organ ini bukan hanya organ yang mampu mencetak generasi yang memiliki kesadaran kritis, tapi mampu pula memiliki dan mengaktualisasikan kesadaran transformatif sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap  nilai dan kebenaran  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

c. Antara FKMM dan Pembangunan Beretika
Pada akhir paparan ini penulis menyuguhkan bahasan yang secara tersurat mungkin asing bagi pembaca, tapi secara tersirat bahasan ini sering disampaikan oleh banyak orang dan mungkin saja oleh pembaca yang budiman. Alasan penulis memaparkan sub bahasan ini karena sangat relevan dengan aktivitas sebagian alumni FKMM selama ini. Semoga konsep ini menjadi referensi kita semua.

Berbicara tentang pembangunan beretika berarti berbicara mengenai posisi manusia sebagai pelaku pembangunan. Posisi manusia dalam proses pembangunan merupakan hal yang sangat penting. Jika pembangunan gagal maka yang menjadi soal adalah manusia sebagai pelaku pembangunan. Karena kualitas pembangunan tergantung pada kualitas manusia. Kualitas yang dimaksudkan yakni manusia yang mendepankan pembangunan infrastruktur yang tidak boleh berdiri sendiri karena bisa mengakibatkan penyalagunaan manfaat. Misalnya pembangunan gedung seharusnya digunakan untuk masyarakat menuntut ilmu dalam bentuk sekolah tetapi ternyata untuk klub malam, bahkan menjadi tempat perzinahan.

Atas nama pembangunan terkadang pemerintah menggunakan tindakan yang represif untuk menggusur pedagang kecil yang berada pada konon katanya tanah milik pemerintah tanpa proses negosiasi yang humanis. Para pengemis atas nama ketertiban diperlakukan dengan tidak manusiawi dengan cara mengejar, mengamankan bahkan menangkap tanpa solusi yang serius dari pemerintah, bahkan tidak jarang kekurangan dan kemiskinan rakyat menjadi komoditas politik para elit. Liat saja pada saat kampanye-kampanye menuju kursi kekuasaan baik kekuasaan eksekutif maupun legislatif, dengan modal komunikasi yang mengeksploitasi isu kemiskinan, akhirnya si calon tadi memperoleh kursi kekuasaan tapi sikap dan tindakan selanjutnya tidak konsisten dengan muatan dan janji kampanye sebelumnya.

Olehnya, diharapkan pemuda yang tergabung dalam FKMM maupun alumni menjadi pelopor perubahan dan menghindari cara-cara lama yang bergelut dengan pembangunan yang tidak beretika. Pembangunan beretika merupakan kebutuhan masyarakat. Pembangunan beretika mereduksi katakutan rakyat kecil terhadap ancaman kehidupan yang buruk. Pembangunan beretika membangkitkan semangat kaum rakyat kecil untuk melanjutkan kehidupannya kearah yang lebih maju dan baik.

Pembangunan beretika menginginkan rakyat menjadi tuan di negerinya sendiri, sebab pembangunan beretika merupakan akumulasi semangat yang timbul dari “Gerakan-Sejarah”,Gerakan-Kebudayaan”, dan “Semangat-Religius”  bangsa sendiri untuk berbenah dan membangun tanpa terlalu berharap pada negara lain. Singkatnya, pembangunan beretika sangat menjaga produk pembangunan yang berorientasi pada keseimbangan lingkungan sosial-kemasyarakatan dan lingkungan alam. Sebab jika pembangunan tidak menjaga keseimbangan sosial-kemasyarakatan akan memperlebar kesenjangan antara yang kaya dan si miskin, dan tanpa menjaga keseimbangan lingkungan alam akan menyebabkan kerusakan alam yang berkelanjutan serta tidak memungkinkan adanya pewarisan kesejahteraan bagi generasi selanjutnya.

Untuk itu, harapan besar bagi setiap anggota FKMM dan alumni yang sedang menggeluti urusan-urusan pembangunan baik di tingkat eksekutif maupun legislatif agar menjadi aktor pembangunan yang mengedapankan pembangunan beretika. Tentu hal ini harus dimaknai dalam konteks pengabdian yang didasari oleh keikhlasan dan ketulusan serta sudah selesai dengan urusan diri sendiri.


Oleh: Rasid Yunus