Indonesia merupakan negara dengan berbagai macam keunikan dan kekayaan yang tidak dapat dipungkiri oleh khalayak masyarakat baik nasional maupun internasional, hal ini terjadi karena Indonesia bukan hanya sekedar memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah akan tetapi negara ini juga memiliki nilai budaya dan kearifan local yang sangat beragam. Kondisi ini tentu sudah merupakan hal yang sangat lumrah bagi negara Indonesia, karena negara ini memiliki beragam agama, suku, ras, budaya, adat-istiadat, bahkan bahasa daerah yang bermacam-macam sehingga dari keberagaman ini maka timbullah suatu semboyan yang menjadi kekuatan atau spirit dalam menjaga keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam ruang lingkup perbedaan, semboyan ini disebut dengan Bhineka Tunggal Ika atau yang artinya berbeda-beda tetap satu. Jika ditinjau pada sisi historis berdirinya negara Indonesia, perjuangan yang dilakukan oleh para pendiri bangsa Indonesia melawan para penjajah begitu hebat dan penuh dengan pengorbanan, tentu ini bisa kita lihat dari lamanya bangsa Belanda menjajah Indonesia yaitu selama tiga setengah abad dan bangsa Jepang selama tiga setengah tahun, akan tetapi berkat persatuan dan jiwa patriotism yang dimiliki oleh para pendiri bangsa yang begitu besar dalam memerdekakan negara Indonesia, maka pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 Indonesia akhirnya bisa memproklamirkan kemerdekaan negara sehingga Indonesia menjadi negara yang merdeka.
Hal ini tentu tidak didapatkan dengan cara yang mudah dan dengan kontribusi perseorangan atau individu, akan tetapi hal ini diraih karena kegigihan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah serta persatuan dan kesatuan yang ditunjukkan untuk mewujudkan negara Indonesia yang merdeka. Semangat ini bisa dilihat dari bagaimana sikap gotong royong yang ditunjukkan oleh masyarakat waktu itu untuk mencapai kemerdekaan. Masyarakat pada zaman kemerdekaan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kerjasama dan kebersamaan, hal ini bisa dilihat pada tanggal 28 Oktobertahun 1928 dimana seluruh pemuda dari berbagai macam daerah di Indonesia berkumpul untuk mendeklarasikan sumpah pemuda sebagai spirit persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang secara sosiologis karakter masyarakat Indonesia sangat heterogen atau dalam arti kata pluralisme yang ada di negara Indonesia tidak menjadi hambatan bagi negara Indonesia untuk tidak bersatu. Maka dari itu semangat gotong royong menjadi salah satu komponen penting dalam merawat keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada zaman penjajahan sampai kemerdekaan.
Kemudian jika melihat kondisi social budaya yang ada pada era reformasi atau pada zaman sekarang, banyak sekali kita temukan nilai-nilai kearifan local di berbagai daerah di Indonesia itu perlahan-lahan mulai memudar seiring pesatnya perkembangan teknologi dan modernisasi budaya yang ada di akibatkan oleh arus globalisasi yang sudah tidak terbendung lagi seperti saat ini, terutama jika kita melihat pada nilai gotong royong yang menjadi spirit kebangsaan untuk tetap menciptakan kehangatan dan persatuan dalam berwarga negara. Nilai ini nampaknya perlahan-lahan mulai memudar, tentu kita dapat mengamati hal tersebut pada sisi interaksi dan kesadaran warga masyarakat yang sekarang mulai menurun seiring berkembangnya teknologi yang ditandai dengan kehadiran Gadget dengan berbagai aplikasi yang ada di dalamnya serta masuknya budaya barat di Indonesia, yang menjadikan spirit gotong-royong pada waraga Negara Indonesia mulai menghilang. Hal ini disebabkan oleh revolusi industry 4.0 yang menguasai peradaban dunia sehingga menjadikan warga masyarakat terperdaya dan terkadang lupa akan hakikatnya sebagai mahluk social yang pasti membutuhkan bantuan dari manusia yang lain.
Banyak contoh yang membuktikan dampak negatif dari besarnya arus modernisasi dan globalisasi pada lunturnya nilai-nilai gotong royong yang ada di Indonesia, contoh sederhana pada persiapan suatu hajatan atau pesta pernikahan, dimana zaman dahulu masyarakat Indonesia jika dilingkungan mereka ada satu keluarga atau rumah tangga yang mengadakan suatu hajatan maka masyarakat yang berada dilingkungan tersebut ikut membantu dalam penyiapan hajatan yang akan dilaksanakan,yang berfungsi sebagai pengerat persaudaraan diantara warga negara. Akan tetapi di zaman sekarang dengan hadirnya modernisasi dan pesatnya arus globalisasi pada saat ini mengakibatkan budaya yang ada pada zaman dahulu sedikit demi sedikit mulai memudar, terlebih dengan adanya pengaruh budaya barat yang muncul di Indonesia mengakibatkan nilai-nilai keluhuran dan norma-norma yang berlaku di masyarakat mulai menghilang.
Di Gorontalo, budaya gotong-royong ini telah mengakar pada setiap ruang lingkup kehidupan masyarakat, hal ini terjadi dikarenakan nilai adat-istiadat yang telah melekat pada kehidupan masyarakat Gorontalo, terlebih sampai saat ini masih banyak masyarakat yang masih menjalankan nilai-nilai budaya atau adatistiadat pada setiap aktivitas kehidupan mereka, seperti kegiatan bercocok tanam, musyawarah, perayaan hari-hari besar islam, pernikahan, sampai pelantikan kepala daerah, semuanya dilakukan dengan ritual adat yang sangat khas. Untuk budaya Gorontalo semangat gotong royong dikenal dan dipelihara dengan budaya Huyula. Huyula bagi masyarakat Gorontalo merupakan suatu sistem tolongmenolong antara anggota-anggota masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama yang didasarkan pada solidaritas sosial melalui ikatan keluarga tetangga dan kerabat. Mochtar (Mohammad, 2005:320) mengungkapkan bahwa Huyula adalah “pernyataan kebersamaan dalam membangun, atau kebiasaan memusyawarahkan setiap kebijakan yang akan di ambil yang berhubungan dengan kepentingan dan hajat hidup orang banyak”. Berdasarkan pendapat tersebut tersebut Huyula merupakan bentuk musyawarah dalam hal merumuskan kebijakan yang akan menjadi dasar dalam pelaksanaan pembangunan demi kepentingan bersama.
Hal yang sama diungkapkan oleh Daulima (2004:82) Huyula adalah “melakukan suatu pekerjaan bersama oleh sekelompok orang atau anggota masyarakat dalam arti saling membantu dan timbal balik”. Huyula bagi masyarakat Gorontalo penerapannya dapat dilihat dalam beberapa jenis, yaitu : 1) Ambu merupakan kegiatan tolong menolong untuk kepentingan bersama atau lebih dikenal dengan istilah kerja bakti, misalnya pembuatan jalan desa, tanggul desa, jembatan dan sebagainya. Selain itu, Ambu merupakan salah satu cara yang digunakan oleh masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan di masyarakat seperti perkelahian antara warga; 2) Hileiya adalah merupakan kegiatan tolong menolong secara spontan yang dianggap kewajiban sebagai anggota masyarakat, misalnya pertolongan yang diberikan pada keluarga yang mengalami kedukaan dan musibah lainnya; 3) Ti’ayo adalah kegiatan tolong menolong antara sekelompok orang untuk mengerjakan pekerjaan seseorang, contohnya kegiatan pertanian, kegiatan membangun rumah, kegiatan membangun Banthayo (tenda) untuk pesta perkawinan. Melihat penanaman nilai budaya huyula tersebut, maka kegiatan gotong royong yang ada pada masyarakat Gorontalo syarat akan nilai-nilai adat-istiadat para leluhur yang sejatinya bertujuan untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang damai dan sejahtera serta peka terhadap kondisi social masyarakat yang ada di sekitanya. Sehingga dengan hal ini mampu merawat persatuan dan kesatuan antar warga negara yang berada di daerah Gorontalo, serta mampu menjadi pengerat persaudaraan antar masyarakat Gorontalo sehingga kerukunan dan persaudaraan yang ada di Gorontalo tetap terjaga dengan baik.
Sumber Bacaan: Rasid Yunus, Transformasi Nilai-Nilai Budaya Lokal Sebagai Upaya Pembangunan Karakter Bangsa (Penelitian Studi Kasus Budaya Huyula Di Kota Gorontalo), Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 14, No. 1, April 2013
Penulis : Husein Hasni