Catatan dan Ingatan: Mengenang Kanda Muchsin Pasi

Iklan Semua Halaman

Iklan

Catatan dan Ingatan: Mengenang Kanda Muchsin Pasi

FKMM Gorontalo
Jumat, 01 Mei 2020


Setiap kader bisa memberi cahaya. Dengan karakter berbeda, selalu ada jejak kenangan yang ditinggalkan. Ketulusan sebuah pengabdian, kebersamaan, pengalaman,  itu semua tidak sekedar cerita  hidup, melainkan memberi makna-makna hidup.  Hal itu yang bisa dipelajari dari Kanda Muchsin.

Saya belum kenal lama, pertemuan awal terjadi di sebuah acara Reuni Alumni Forum Komunikasi Mahasiswa Muslim (FKMM) Gorontalo, di Pentadio Resort, Limboto. Pada kegiatan itu terasa, bagaimana memori masa lalu ditampilkan lewat drama. Cerita tentang kehidupan asrama begitu banyak, mulai soal administrasi organisasi, hingga orang bermain gitar tanpa suara dimainkan oleh para aktor. Kemampuan mereka mendapatkan sambutan tepuk tangan.

Momen itu luar biasa, jumlah generasi baru (baca: mahasiswa) yang menyaksikan lumayan banyak. Semua saling merangkul untuk menyukseskan kegiatan. Selama acara, atmosfer kekeluargaan dibangun dengan tidak mengabaikan semangat berpengetahuan. Itu pandangan saya.

Pertemuan berlanjut, ketika saya mengikuti Temu Orientasi FKMM Gorontalo. Kegiatan dilaksanakan selama 3 hari. Para alumni turut hadir, mereka menyapa peserta, sebagian memberi materi. Begitupun Kanda Muhsin Pasi, di sela-sela kegiatan forum, beliau mendapat kesempatan memberi motivasi dan semacamnya. Jiwa humorisnya membangun suasana. Beliau hadir dengan sejumlah permainan yang menantang dan menggelak tawa. 
 

Renungan Malam Menghanyutkan
Setelah kurang lebih tiga hari menerima materi, tiba malam terakhir. Seluruh kader diminta menutup mata, lampu ruangan meredup dan suasana hening. Bila tak salah ingat, malam itu tidak ada yang tidur. Kanda Muchsin pun datang, meminta kami merenung. Perlahan, kalimat-kalimatnya menghanyutkan, membakar semangat sekaligus memberi kekuatan.

“Bayangkan wajah orang tua di rumah”, kurang lebih begitu arahan Kanda Muchsin. Seketika, peserta banyak yang menangis, tapi bukan tangisan yang kosong. Sebaiknya seperti itu, kepada Ibu dan Ayah setiap “aktivis” di negeri ini perlu berterima kasih. Sebuah puisi, ditulis Zawawi Imron “Kalau aku ikut ujian, lalu ditanya tentang pahlawan, namamu ibu yang kan ku sebut paling dahulu, lantaran aku tahu, engkau ibu dan aku anakmu”. Musisi ternama Ebiet G. Ade, menyanyikan lewat lagu “Titip Rindu Buat Ayah”. Singkatnya, tak ada karya yang bisa dipuja,  tanpa pengorbanan orang tua. Setiap kita punya cara untuk berterima kasih.

Tidak terasa waktu subuh pun tiba, renungan selesai. Peserta bergegas melaksanakan sholat di masjid terdekat. Lepas itu semua kembali berkumpul. Bubur “kacang ijo” jadi santapan luar biasa. Lingkaran percakapan terbentuk dan ada yang mengabadikannnya dengan foto bersama.


Pohuwato dan Obituary
Selepas kegiatan, tepat di depan gedung,  Kanda Muchsin bertanya, mana orang Pohuwato?  Dua orang mengangkat tangan, termasuk saya. Sebuah rencana besar coba dirancang, kurang lebih kata beliau, “Insyallah kita akan buat temu orientasi di Pohuwato”.  Saya dan seorang teman mengiyakan rencana tersebut dan siap membantu. Di  situ terlihat bagaimana semangat Kanda Muchsin.

Setelah itu kegiatan forum mulai berjalan. Diskusi, bazar dan rapat rutin dilakukan. Hanya saja, beberapa agenda besar terpaksa ditunda sebab pandemi. Waktu terus berjalan. Pada Rabu, 27 April 2020, ada kabar yang kurang baik. Kanda Muchsin sedang dirawat di rumah sakit. Doa para kader “semoga cepat sembuh”.

Tidak berselang beberapa hari, grup whatsaap kembali ramai, isinya berita duka. Ternyata, Kanda Muchsin telah menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Pohuwato. Beliau pergi, tapi jejak kenangan itu selalu ada. Semangatnya yang luar biasa telah memberi cahaya. Setiap orang akan mengingat dengan pengalaman dan cara masing-masing. Tenanglah di sana kanda!!!
*Kader FKMM Gorontalo 2020


Penulis : Moh. Rezki Daud (Kader FKMM 2020).

Sumber Foto: Laman Facebook Ramli Ondang Djau.