Negara dan Pandemi
Oleh
: Rasid Yunus
Secara akademik terbentuknya
negara dipengaruhi oleh beberapa teori seperti: Pertama, teori hukum alam. Menurut teori ini negara terjadi karena
faktor alamiah; Kedua, teori Ke-Tuhanan.
Teori ini muncul ketika lahir agama-agama besar di dunia seperti Islam, Kristen
dan lain-lain. Menurut teori ini negara lahir karena kehendak Tuhan dan Ketiga, teori
perjanjian. Teori ini berpandangan bahwa negara terbentuk karena hasil
perjanjian manusia. Selain itu, terbentuknya negara dipengaruhi oleh
penaklukan, peleburan, pemecahan, pemisahan diri serta perjuangan/revolusi.
Jika mengkaji proses
terbentuknya negara Indonesia, maka paling tidak bisa ditelusuri lewat
pembukaan UUD 1945 pada kalimat “Atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan
dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Kalimat ini
mengandung makna bahwa terbentuknya Indonesia menganut teori Ke-Tuhanan, teori
perjanjian dan perjuangan/revolusi.
Ahli geopolitik dunia F.
Ratzel menguraikan bahwa negara ibarat organisme makhluk hidup yakni lahir,
tumbuh/berkembang, memuncak, surut kemudian mati. Pertanyaannya kapan negara
termasuk Indonesia akan mengalami fase tumbuh/berkembang, memuncak kemudian
mati?. Jawabannya adalah tergantung pada ancaman negara tersebut baik ancaman
militer, nonmiliter maupun ancaman hibrida.
Khusus ancaman nonmiliter,
Kementerian Pertahanan RI mengidentikasi macam-macam ancaman nonmiliter yang
dialami oleh Indonesia saat ini. Ancaman tersebut Nampak pada bidang ekonomi,
politik, ideologi, legislasi, teknologi, sosial budaya dan keselamatan umum.
Khsusus ancaman dalam keselamatan umum salah satunya adalah pandemi
(epidemi/penyakit menular).
Pandemi adalah penyakit.
Tapi tidak semua penyakit disebut pandemi. Lalu apakah pendemi itu?. Dalam KBBI
pandemi dimaknai sebagai wabah penyakit yang berjangkit secara serempak di
mana-mana yang meliputi daerah teritori dan daerah geografi yang sangat luas.
Secara sederhana pandemi dimaknai pula sebagai wabah penyakit global.
Saat ini dunia dihebohkan pandemi Corona atau penyakit
Coronavirus Disease (Covid-19). Keberadaan Covid-19 memang sudah lama. Tetapi
baru heboh dan menggemparkan setelah tanggal 20 Januari 2020 otoritas kesehatan
di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok merilis tiga orang dinyatakan tewas
setelah menderita penyakit ini.
Setelah meninggalnya 3
pasien, ternyata Covid-19 sudah menular ke beberapa orang sehingga penularannya
pun terkesan masif. Akhirnya banyak korban yang ditimbulkannya baik sakit,
maupun korban meninggal dunia. Kemudian penyebaran Covid-19 bukan hanya di
Wuhan tapi hampir ke seluruh Provinsi di Tiongkok.
Tidak membutuhkan waktu lama,
penyakit ini menyebar ke hampir seluruh negara di dunia, baik negara-negara
yang berada di benua Asia, Eropa, Timor Tengah, Amerika, Amerika Selatan dan
Afrika serta menimbulkan banyak korban (sakit dan meninggal dunia). Yang jelas
jika ada negara yang sudah terjangkit virus ini, maka akan menelan korban baik
korban sakit maupun meninggal dunia. Walaupun jumlah korban masing-masing
negara bervariasi. Pertanyaan berikut
adalah kenapa virus ini bisa muncul?. Untuk menjawab pertanyaan ini, tiga
pendekatan yang bisa digunakan.
Pertama,
pendekatan konspirasi. Di dunia ini ada dua perilaku manusia yang sering
mewarnai yakni perilaku baik dan perilaku buruk. Perilaku baik selalu menjadikan
bumi beserta isinya secara teratur dan benar. Sebaliknya, perilaku buruk sangat
merusak. Negara, kekuasaan, politik, hukum termasuk pandemi dikendalikan oleh
kelompok ini dan dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan mereka. Kelompok ini
membawa misi ideologi dan ekonomi, tetapi semua itu untuk kepentingan mereka.
Kedua,
pendekatan lingkungan. Beberapa ahli lingkungan berpendapat bahwa hadirnya Covid-19 karena pengelolaan lingkungan yang
tidak benar. Penggundulan hutan, ilegal logging dan aktifitas pertambangan yang
kurang baik menyebabkan habitat makhluk hidup termasuk virus yang tinggal di
hutan terganggu. Akhirnya mereka bermigrasi mencari tempat yang nyaman. Kemudian
ketemu manusia dan terjadilah penularan awal dari hewan ke manusia. Selanjutnya
proses penularan bergeser dari manusia ke manusia.
Ketiga,
pendekatan epidemik. Sama halnya dengan MERS dan SARS, Covid-19 pun dipercaya
berasal dari kelelawar. Akan tetapi, meski analisis filogenetik menunjukan hal
tersebut, namun bagaimana virus berpindah dari populasi hewan ke manusia belum
ditemukan. Sebelumnya hewan yang dijual di pasar makanan laut di Wuhan
diasumsikan menjadi perantara munculnya Covid-19 pada manusia. Namun, pada 5
dari 7 kasus Covid-19 yang pertama tidak memiliki keterkaitan dengan pasar
makanan laut di Wuhan tersebut.
Keempat,
pendekatan agama. Pendekatan ini beranggapan bahwa segala kejadian di langit
dan di bumi merupakan takdir dari Tuhan yang harus diterima dengan ikhlas. Semua
kejadian di alam ini termasuk kehadiran pandemi Covid-19 tidak bisa dilepaskan
dari campur tangan Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu, pendekatan ini selalu
menekankan bahwa kehadiran Covid-19 pasti memiliki hikmah kebaikan dari Tuhan.
Keempat pendekatan di atas menurut
penulis menarik untuk dikaji, karena memiliki dasar akademis dan dasar
keyakinan. Walaupun kajian mendalam dan
spesifik kurang tersaji pada tulisan ini. Paling tidak sebagai pemahaman awal pentingnya
pertimbangan ilmiah, kepercayaan dan keyakinan untuk menelaah hadirnya pandemi
Covid-19.
Secara global penanganan Covid-19 melibatkan kerjasama-produktif negara-negara
di dunia, terutama sesama negara yang terdampak pandemi ini. Hal hal ini
dilakukan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 yang telah banyak menelan
korban (korban sakit maupun korban meninggal dunia).
Untuk kasus di Indoensia, jumlah korban terus bertambah, apalagi kondisi
orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pemantauan (PDP) masih banyak
jumlahnya. Ditambah lagi pasien tanpa gejala masih ditemukan.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah pusat membuat kebijakan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pelaksanaan teknisnya disesuaikan dengan
kondisi wabah masing-masing daerah. Artinya pemberlakuan teknis PSBB di daerah
tergantung usulan pemerintah daerah ke pemerintah pusat dengan memperhatikan beberapa
persyaratannya.
Yang pasti jika usulan PSBB dari daerah disetujui oleh pemerintah pusat,
maka implikasinya akan membatasi kegiatan masyarakat di luar rumah, seperti pelayanan
perkantoran dan pendidikan akan dipindahkan ke rumah. Mobilitas masyarakat
dibatasi. Toko dan sarana dagang lainnya dibatasi jam opresionalnya. Rekreasi,
hiburan dan olahraga dihentikan. Bahkan pelaksanaan shalat berjamaah di masjid
dipindahkan ke rumah masing-masing serta pelaksanaan ibadah puasa beserta
tradisi kebaikan yang mengikutinya tidak seperti suasana sebelum-sebelumnyanya.
Pendeknya, PSBB membatasi ruang gerak penduduk untuk beraktifitas-produktif
sebagaimana biasanya.
Untuk mengurangi beban rakyat karena pemberlakuan PSBB, pemerintah pusat
mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk mengurangi beban keluarga klaster tertentu. Hal ini penting, karena PSBB akan
berimplikasi pada ekonomi keluarga. Apalagi masyarakat yang menggantungkan
penghasilan pada usaha harian seperti buruh, pedagang kecil, petani, nelayan,
sopir angkot, sopir taksi, gojek, abang bentor dan lain-lain.
Yang perlu diperhatikan setelah penerapan PSBB ialah dampak sosial. Fenomena
meningkatnya angka kriminal harus disikapi dengan serius. Boleh jadi, ini
ancaman tersendiri di masa pandemi. Hanya saja fenomena ini harus disikapi dengan
bijak. Tidak semua pelaku kriminal berniat untuk melakukan tindakan yang tidak
terpuji ini. Kondisilah menyebabkan mereka begitu. Tetapi ada juga pelaku
kriminal yang memang keseharian bergelut dengan aktifitas seperti ini. Ketemu
momen yang tepat mereka melancarkan aksinya.
Kepada mereka mungkin berbeda perlakuan bila dibandingkan dengan pelaku
kriminal karena faktor ekonomi keluarga.
Apalagi di masa pendemi seperti ini, banyak gelombang Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahan. Perusahan merasa rugi jika
mempekerjakan karyawan terus menerus, sementara kondisi keungan perusahan anjlok
dan tidak mampu membayar gaji karyawan. Akhirnya pilihan yang diambil adalah
PHK.
Hal yang terpenting dalam penerapan PSBB adalah konsistensi masyarakat menjaga
jarak dan menghindari kerumunan orang banyak. Tetap tinggal dan bekerja di
rumah serta disiplin menaati protokol kesehatan tentang pencegahan penularan Covid-19.
Untuk tinggal di rumah bagi kalangan tertentu mungkin bisa.
Mereka-mereka yang memiliki penghasilan tetap perbulan dan memiliki tabungan
yang cukup mungkin tidak masalah. Tetapi bagi mereka yang mengandalkan penghasilan
pada usaha harian, ini menjadi soal. Karena bagi mereka, tidak keluar rumah
berarti tidak makan. Tidak makan berarti ancaman kelaparan dan kematian
menanti. Kalaupun mengandalkan bantuan dari negara belumlah cukup. Sehingga
tidaklah mengherankan sering kita mendengar kalimat “di luar rumah mati karena
corona dan di rumah mati karena lapar”.
Begitupun bagi masyarakat yang gemar beribadah di tempat-tempat ibadah,
apalagi umat islam di bulan puasa. Bagi mereka masjid merupakan tempat yang
tepat untuk ibadah berjamaah. Kepada mereka mungkin pemerintah mengalami
kendala untuk memindahkan ibadah yang dulunya di masjid kemudian pindahkan ke
rumah masing-masing. Karena ini berkaitan dengan psikologi dan sensifitas
keberagamaan. Dalam konteks ini tidaklah mengherankan kita menyaksikan “pemblokiran
jalan oleh masyarakat karena dilarang pemerintah shalat tarawih berjamah di masjid”.
Masih adanya masyarakat yang kurang memperdulikan protokol kesehatan tentang
pencegahan penularan Covid-19 di atas, seperti tidak disiplin menjaga jarak,
sering keluar rumah walaupun tidak terlalu penting, kumpul bersama teman-teman, mencari nafkah di
luar rumah dan sering beribadah bersama-sama di tempat ibadah merupakan kendala
bagi pemerintah untuk memutus mata rantai penularan virus ini. Faktor penyebab
diantaranyai:
Pertama, mindset masyarakat
terhadap virus ini belum totalitas. Kesadaran bahwa Covid-19 adalah musuh
bersama umat manusia perlu digalakan baik oleh pemerintah, tenaga kesehatan
(dokter dan perawat) maupun relawan. Menurut penulis jika stigma ini dikampanyekan
secara masif pada seluruh masyarakat, maka lambat laun mereka akan sadar.
Apalagi bukti empirik tentang jumlah korban disuguhkan, baik korban sakit
maupun korban meninggal dunia. Perlu pula ditekankan bagaimana mensiasati hidup
di masa-masa pendemi serta menanamkan kesadaran kolektif kepada masyarakat
pentingnya sikap optimis menghadapi Covid-19.
Kedua, implementasi
kebijakan pencegahan penularan Covid-19 masih bersifat top-down. Amatan penulis terkadang pemerintah, tenaga kesehatan dan
relawan sulit mengendalikan mobilitas masyarakat. Hal ini terjadi seolah-olah
tanggungjawab pencegahan virus ini hanya pada kelompok tertentu. Padahal virus
ini adalah ancaman bersama. Oleh karena itu, perlu implementasi kebijakan yang
bersifat bottom-up yakni keterlibatan
seluruh elemen masyarakat pada pencegahan penularan virus ini. Misalnya pada
tingkat desa/kelurahan, mencegah masyarakat keluar rumah untuk hal-hal yang
tidak penting, peran tokoh masyarakat maupun tokoh adat sangat dibutuhkan.
Sebab biasanya di daerah maupun di desa/kelurahan wibawa tokoh masyarakat dianggap lebih dari
pemerintah. Begitupula untuk sementara waktu memindahkan ibadah ke rumah masing-masing,
pada level ini peran tokoh agama
setempat sangatlah diharapkan.
Ketiga, masih ada kelompok
orang yang belum move on politik baik
tingkat pusat maupun daerah karena kalah pada pilpres maupun pilkada. Wacana yang kurang produktif di media sosial
sering disajikan. Anggapan bahwa pemerintah melakukan pencitraan ketika
menunjukan empati kepada masyarakat masih sering digaungkan oleh barisan sakit
hati. Pada kelompok ini ungkapan yang tepat adalah kalian berjuang untuk siapa.
Oleh karena itu, sudahilah perilaku politik yang tidak baik. Bila ingin
berkontestasi politik belum waktunya sekarang. Pada sisi ini penulis teringat
ungkapan Bung Karno “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi
perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Akhirnya, semoga
dunia dan negeri ini segera terbebas
dari Covid-19 dan kita akan beraktifitas kembali sebagaimana biasanya. Semoga bermanfaat.