New Normal : Negara Berdamai atau Menyerah dengan
Virus ?
Oleh :
Achmad Husein Hasni
Indonesia
dengan berbagai kekayaan dan potensi yang ada di dalamnya kembali di uji oleh
kebijakan – kebijakan kontroversial yang cukup membingungkan masyarakat serta
menimbulkan kontradiktif opini yang dapat melahirkan polarisasi ditengah-tengah
kehidupan berbangsa dan bernegara kita.
Permasalahan
dan keriwetan yang terjadi pada negara Indonesia seakan terakumulasi dan
semakin menjadi-jadi dengan adanya virus covid-19 yang cukup membuat semua
orang ketakutan dengan kehadirannya. Tidak heran berbagai macam cara dilakukan
oleh pemerintah untuk bisa mengatasi dan mengakhiri pandemic covid-19 ini yang
kurang lebih sudah berlangsung selama 2 bulan belakangan. Himbauan dan
sosialisasi terus digalakkan oleh pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran
virus covid-19 ini. Bukan hanya itu saja, pemberlakukan PSBB atau Pembatasan
Sosial Berskala Besar yang dinilai kurang efektif juga menjadi suatu kelemahan
tersendiri dalam menghentikan proses penyebaran virus tersebut. Sehingganya
pemerintah harus mencari gaya dan pola baru untuk tetap menjalankan seluruh aspek
kehidupan yang ada demi untuk terciptanya suatu tataran kehidupan yang normal
dan seimbang.
Sekitar
pertengahan bulan Mei tahun 2020. Presiden Joko Widodo menyampaikan suatu
statemen sekaligus mengumumkan terkait upaya pemerintah selanjutnya dalam menghadapi virus dan menjalankan roda
aktifitas sosial di tengah pandemic covid-19 ini. Statement yang dikeluarkan
oleh presiden Indonesia yaitu “Kehidupan
kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini, itu
keniscayaan. Itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru.” Dalam hal ini lebih lanjut
presiden menyatakan bahwa Indonesia atau bangsa kita akan berkompromi dengan
virus corona yang sedang melanda di seluruh belahan dunia yang ada di muka bumi
ini. Hal tersebut tentu mengejutkan berbagai lapisan masyarakat, sebab negara
kita akan menerapkan herd imunity
yang dalam artian luasnya ialah masyarakat yang memiliki antibody terkuatlah
yang masih tetap akan bertahan hidup untuk menjalani aktifitas kehidupannya.
Sementara bagi sebagian masyarakat yang lain mungkin harus menunggu vaksin
untuk bisa melawan serangan dari virus yang ada saat ini. Dengan arti kata
sebagian dari jumlah populasi manusia pada suatu negara akan berkurang dan
hanya orang yang memiliki imunitas diri terhadap virus yang mampu bertahan
hidup sehingga secara alamiah mereka tervaksinasi oleh system imun yang ada di
tubuh mereka.
Beberapa
analis kesehatan memberikan panduan terhadap pemutusan wabah virus corona di
Indonesia. Salah satu di antaranya yaitu mantan menteri kesehatan Republik
Indonesia ibu Siti Fadilah yang sempat berdiskusi dengan salah satu mentalist
terkemuka tanah air pada program podcast Deddy Corbuzier yang disiarkan lewat
channel youtube pribadinya. Sebelumnya Ibu Siti Fadilah sedang menjalani masa
hukuman penjara akibat kasus korupsi yang dialaminya. Tetapi jika kita
menelisisk track record dari ibu ini, beliau merupakan orang yang berhasil
melawan WHO untuk tidak menetapkan status pandemic pada saat itu dimana dunia
digemparkan dengan kehadiran SARS atau Flue Burung. Ibu Siti Fadilah
mengungkapkan negara Indonesia tidak perlu membeli vaksin dari negara luar
karena model dari virus yang ada di tiap-tiap negara berbeda, untuk itu Ibu
Siti Fadilah lebih memilih melakukan riset mandiri di negara masing-masing dan
menciptakan vaksin sendiri untuk mengatasi virus yang ada di negara kita
sendiri. Lebih lanjut ibu Siti Fadilah
mengungkapkan adanya keterlibatan para pengusaha dalam hal ini konglomerat
global yaitu Bill Gates dalam hal
merebaknya virus ini di muka bumi. Menurutnya bisa jadi mereka membuat hal ini
untuk menguntungkan diri mereka sendiri dari hasil penjualan vaksin yang
dilakukan. Untuk itu beliau menyarankan agar supaya pemerintah tidak menerima
atau membeli vaksin virus dari luar karena kekhawatiran yang dirasakan oleh ibu
Siti Fadilah akan terjadi dan tentu akan sangat merugikan negara dalam hal ini
pada sisi budgeting. Beliau optimis bahwa negara kita bisa mandiri dan
menciptakan vaksin sendiri agar bisa menghilangkan virus corona ini dari negeri
yang kita cintai. Pemerintah perlu memberikan anggaran atau dana kepada para
tenaga ahli dan akademisi yang berhubungan dengan virus untuk bisa melakukan
riset dan pembuatan vaksin virus yang tentu akan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat kita serta tanpa intervensi dari pihak luar atau asing. Begitulah
pemikiran yang disampaikan oleh Mantan Menteri Kesehatan RI ini.
Hal
senada juga sama dikemukakan oleh seorang pebisnis kaya raya sekaligus orang
yang memiliki julukan sontoloyo di Indonesia, yang pada akhir-akhir ini nama
beliau cukup santer terdengar massif dipermukaan. Beliau bernama Mardigu, sama
halnya dengan ibu Siti Fadilah, Pak Mardigu juga menyampaikan ini pada program
yang sama yaitu podcast Deddy Corbuzier dimana beliau menuturkan bahwa menurut
penyampaian dari salah satu teman saya seorang ahli virus yang berasal dari
Cambridge University dia menyampaikan bahwa virus ini memiliki tiga macam
karakteristik atau tipe yang berbeda-beda disetiap tempatnya. Hal ini
dibuktikan oleh keberadaan laboratorium yang hanya berada di tiga negara yang ada di dunia
masing-masing berada di Wuhan, Amerika dan Israel. Beliau menyatakan bahwa
sebelum melakukan test virus terhadap seseorang dan mencari upaya apa yang
harus dilakukan untuk supaya bisa menghadapi virus tersebut, negara terlebih
dahulu harus mengetahui virus yang ada di Indonesia itu masuk pada tipe apa,
apakah tipe A,B atau C. Sehingga dengan hal ini kita bisa mendeteksi treatmen
apa yang harus dilakukan masyarakat untuk menghadapi ancaman virus yang ada di
depan mata kita. Beliau juga mneyinggung
terkait dengan herd imunity yang
diterapkan oleh negara kita dimana beliau menyatakan seharusnya pemerintah kita
terlebih dahulu harus memilki data terkait dengan masyarakat yang mampu untuk
menghadapi virus secara langsung dan masyarakat yang tidakbisa menghadapi virus
secara langsung dengan artian memiliki system imun yang lemah atau dengan
istilah postmortem dan antimortem. Dari hal tersebut pastilah pemerintah dalam
hal ini bidang kesehatan akan lebih mudah dalam menentukan kesimpulan untuk direalisasikan
pada kebijakan yang akan dibuat. Sehingganya
jika sewaktu-waktu terjadi pembludakan jumlah pasien di rumah sakit pemerintah mampu untuk
menanggulangi permasalahan ini dengan cermat.
Pemerintah
seperti seakan kehilangan akal dengan adanya wabah pandemic virus corona ini.
Jika kita memaknai secara cermat terkait pernyataan presiden di atas.
Seakan-akan negara Indonesia menyerah dalam menghadapi virus corona, sehingga
menjadi suatu pertanyaan besar yaitu bagaimana bisa kita berkompromi dan berdamai
dengan sesuatu yang sama sekali tidak dapat kita lihat dengan kasat mata? Kata
Mardigu, berdamai artinya kedua belah pihak sama-sama bersepakat untuk tidak
saling menyerang atau menyakiti, tetapi jika kita menyatakan berkompromi dengan
virus, itu sama saja kita mengangkat bendera putih dan virus tersebut tetap
akan terus menyerang kita karena lawan kita adalah mikroba bukan manusia.
Sepertinya kekhawatiran akan merosotnya
kondisi perekonomian negara mungkin menjadi suatu alasan konkrit dalam
penerapan herd imunity tersebut. Bagaimana pemerintah kita tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan pokok masyarakat menengah kebawah yang mengakibatkan mereka
masih harus beraktifitas di luar rumah dan bersusah-payah untuk mememnuhi
kebutuhan hidup mereka dan keluarga di tengah pandemic ini. Sehingganya hal
tersebut menjadi sesuatu yang mengundang
sorotan dan kritikan tajam dari masyarakat kepada pemerintah dalam
penanggulangan covid-19 ini, karena kebijakan-kebijakan sebelumnya yang
dikeluarkan belum mampu untuk menutup akses penyebaran virus covid-19 dari
orang-orang yang berhasil keluar masuk pada suatu daerah tertentu.
Tidak
adanya skala prioritas dalam hal pencapaian tujuan negara juga menjadi problem
utama bagi bangsa kita, baik itu dalam hal pembangunan dan pemberdayan serta pengelolaan
pemerintah terhadap negara dan rakyatnya. Kondisi ini menjadi sesuatu hal yang sangat miris untuk
membangun Indonesia yang Berdikari dan Cemerlang terutama dalam menghadapi
suistuinable development goals SDG’s dan Indonesia Emas tahun 2045. Negara kita
selalu saja bergantung pada asing dan
aseng dalam membangun negara seperti yang dicita-citakan oleh para pendahulu
kita. Pemerintah belum mampu untuk keluar dari intervensi para globalis untuk
bisa menjadikan negara kita berdaulat secara paripurna. Sehingganya kesadaran
berwarga negara perlu ada pada semua lapisan masyarakat terutama kepada para
elit politik Indonesia untuk bisa mendistribusikan keadilan kepada seluruh
masyarakat Indonesia dan dapat membangun negara Indonesia menjadi negara hebat
yang berdaulat secara penuh tanpa intervensi dari pihak manapun.
Penulis adalah
Mahasiswa Prodi PPKn FIS UNG, Aktivis Forum Komunikasi Mahasiswa Muslim
Gorontalo.