- Rasid Yunus
Artikel
ini dipersembahkan untuk memeriahkan dirgahayu Republik Indonesia yang ke-75,
yakni 17 Agustus 2020. Isinya memuat tentang beberapa peristiwa yang terjadi
dibelahan dunia dalam konteks kekinian, beberapa peristiwa di Indonesia, serta
harapan-harapan agar bangsa ini tetap jaya. Selanjutnya, selamat membaca.
Kata
“kedamaian” merupakan kata yang mudah diucapkan tetapi rasanya mahal untuk
diimplentasikan. Dalam tataran global kedamian merupakan kebutuhan yang
mendesak saat ini, karena banyak kebijakan di dunia implikasinya jauh dari
kedamaian.
Sebagai contoh
pembangunan tembok di perbatasan Amerika
dan Meksiko, protek yang ketat terhadap umat muslim ketika masuk ke Amerika Serikat.
Pada umumnya rakyat Amerika sangat menentang kebijakan Donald Trump ini, karena
dianggap menciderai hubungan baik antar sesama negara.
Di Prancis,
protes warga yang menuntut agar pembatalan kebijakan yang memangkas pajak
barang mewah, dan memberlakukan pajak BBM yang menyebabkan naiknya harga BBM.
Tuntutan warga tentu dialamatkan pada presidennya Emmanuel Macron. Kelompok
rakyat menggunakan atribut rompi kuning dan beranggotakan orang-orang yang
tinggal di pinggiran kota. Mereka menyampaikan frustrasi mengenai standar hidup
mereka yang menurun.
Di sebagian
Eropa terfokus pada fenomena “Brexit”. Brexit terdiri dari kata Britain exit.
Sementara referendum brexit adalah
pemungutan suara dari seluruh warga negara Inggris, Irlandia Utara,
Wales dan Skotlandia (negara-negara Britania Raya) untuk keluar dari
keanggotaan negara-negara Uni Eropa. Banyak alasan yang diutarakan, salah satunya
adalah Uni Eropa menjadi beban bagi Inggris terkait imigran.
Di Venezuela
mengalami krisis politik yang mengarah pada level parah, yang dipicu oleh
krisis ekonomi. Industri minyak dikerjakan tanpa keahlian khusus dan utang
kepada Rusia dan China dikhawatirkan tak mampu untuk dibayar. Padahal negara
ini memiliki cadangan minyak mentah terbesar di dunia.
Di Suriah
konflik yang sudah bertahun-tahun, yang dipicu oleh kurang mampunya mengelola
kelompok sektarian sehingga menyebabkan perang saudara dan akhirnya menjadi
perlombaan senjata bagi negara-negara adikuasa dunia.
Dalam
konteks Indonesia, peristiwa yang jauh dari kata kedamaian juga terjadi. Jika
diamati di era orde lama, banyak prasangka yang sering dialamatkan pada
pemerintah saat itu. Mulai dari krisis ekonomi, keterlibatan pemerintah pada
komunis sampai puncaknya pada gerakan 30 September 1965 yang menyebabkan rezim
orde lama tumbang.
Pada saat
rezim orde baru, hal yang serupa juga terjadi. Dimana keluarga rezim sebelumnya
tidak diberi akses menjalani kehidupan yang layak seperti warga negara
biasanya. Penghilangan jejak-jejak sejarah dan pengaruh rezim sebelumnya,
sampai pada perlakuan yang tidak wajar terhadap presiden sebelumnya diakhir
hayatnya.
Di zaman
reformasi juga melakukan hal yang sama, kebijakan yang diambil diantaranya
penghilangan penyebaran secara utuh ideologi pancasila, penghilangan haluan
negara. Akibatnya negara berjalan seolah tanpa haluan.
Akhirnya,
baru sadar ketika terjadi fenomena perilaku buruk warga negara yang salah satu
pemicunya adalah kurangnya pemahaman terhadap pancasila. Olehnya, timbullah
kesadaran bahwa ideologi pancasila haruslah dilaksanakan secara murni dan
konsekwen di seluruh lapisan masyarakat.
Memang,
menghilangkan jejak lama yang positif dan herois tidaklah semudah membalikan telapak
tangan. Zaman orde baru tumbang, salah satu tokoh yang menjadi otaknya adalah
keluarga rezim orde lama. Begitupun era reformasi, agak sulit menghilangkan
pengaruh rezim orde baru.
Sebagai
bukti, kontroversi pemberian pahlawan nasional kepada pemimpin orde baru, ada
yang kontra tapi tidak sedikit juga yang pro. Itu artinya, pengaruh orde baru
masih mewarnai perpolitikan di era reformasi. Apalagi elit politik saat ini
(era reformasi), masih diwarnai oleh tokoh-tokoh yang dulunya didik oleh rezim orde
baru.
Peristiwa
di atas, merupakan bukti ketidakmampuan dalam menjaga kedamaian, tanpa
mengabaikan intervensi negara lain terhadap keberlangsungan konflik dan
peristiwa tersebut. Kedamaian sesungguhnya adalah hak asasi, baik hak asasi
individu, kelompok bahkan hak asasi
negara.
Artinya,
kedamaian mutlak diperlukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedamaian
akan mendatangkan ketertiban dan keteraturan, dan itu sangatlah dibutuhkan
dalam melangsungkan proses kehidupan.
Yang
menarik dalam menyikapi kedamaian ialah bukan hanya terfokus pada kedamaian
sosial-kemasyarakatan, tetapi yang paling penting adalah kedamaian personal. Semua
konflik tidak akan terjadi manakala individu mampu menjaga kedamaian dalam
dirinya.
Berdamai
dengan diri sendiri mungkin merupakan sesuatu yang sulit, tetapi itulah kunci
dari kedamaian sosial-kemasyarakatan. Ketika kita mempelajari tipologi konflik,
secara matang kita berkesimpulan bahwa dalam konflik pasti ada aktor, dan aktor
itulah yang dikendalikan oleh individu walaupun mekanisme kerjanya secara
berkelompok.
Sudah saatnya
berdamai dengan diri sendiri. Ketika melihat realitas kehidupan, apalagi Indonesia
yang sering melaksanakan hajatan demokrasi baik pada level eksekutif, legislatif
maupun yudikatif.
Hajatan ini
terkadang pemicu terjadinya resistensi diantara masyarakat karena beda pilihan.
Padahal urusannya hanyalah sepele yakni memilih pemimpin baru, dan siklusnya
hanyalah sebentar. Pertanyaannya adalah apakah hanya lantaran beda pilihan lantas
memutuskan tali persaudaraan, pertemanan, kebersamaan sebuah bangsa yang sudah
terbina bertahun-tahun?
Betapa sedih
membayangkan, seandainya konflik yang berskala besar terjadi pasca hajatan
demokrasi yang disebabkan oleh perbedaan pilihan. Mungkin orang yang berbeda pilihan
ini paham betul bahwa perbedaan itu adalah hal yang wajar dan sunatullah. Tetapi
karena memandang salah orang lain, maka
ujung-ujungnya adalah konflik.
Dalam
perkembangannya, memandang orang lain salah biasa dikenal dengan istilah
stereotipe (pelabelan negatif pada orang lain). Ada beberapa faktor
yang menyebabkan adanya stereotipe. Pertama,
sebagai manusia kita cenderung membagi dunia ke dalam dua kategori “kita dan
mereka”. Karena kita kekurangan informasi mengenai mereka, kita cenderung
menyamaratakan mereka semua.
Kedua, stereotipe
tampaknya bersumber dari kecenderungan kita untuk melakukan kerja kognitif
sedikit mungkin dalam berpikir mengenai orang lain. Dengan kata lain, stereotipe
menyebabkan persepsi selektif tentang orang-orang dan segala sesuatu di sekitar
kita. Stereotipe dapat membuat informasi yang kita terima tidak akurat.
Pada umumnya,
stereotipe bersifat negatif. Stereotipe tidak berbahaya sejauh kita simpan di
kepala kita, namun akan berbahaya bila diaktifkan dalam hubungan manusia.
Stereotipe dapat menghambat atau mengganggu komunikasi itu sendiri. Dalam konteks
komunikasi lintas budaya misalnya, kita melakukan persepsi stereotipe terhadap
orang yang berbeda budaya dengan kita, tanpa memandang pribadi atau keunikan
masing-masing individu.
Begitu pula
dalam memandang orang yang berbeda pilihan politik, selalu dianggap salah,
padahal orang yang dianggap salah ini
diketahui memiliki integritas dan intelektualitas yang matang.
Saat ini
dan kedepan, rajutlah kebersamaan dalam membangun daerah dan negeri ini. Sebab sadar
atau tidak bahwa semua kita yang hidup saat ini, telah menerima amanah dari
generasi pendahulu, yakni bertanggung jawab menjaga keseimbangan sosial demi
keberlangsungan hidup generasi yang akan datang. Apalagi kondisi dunia sekarang
yang dilanda wabah Covid-19, yang membutuhkan kolektifitas kebangsaan untuk
keluar dari krisis wabah ini.
Generasi
terdahulu telah berhasil membawa kita ke realitas hidup sekarang. Tugas kita
adalah memastikan generasi yang akan datang (anak cucu) mendapatkan warisan dan
kehidupan yang layak. Kita tidak ingin bahwa anak cucu nanti mencela kita semua, hanya lantaran tidak mampu
mengendalikan diri dalam menyikapi perbedaan. Untuk itu, marilah berdamai
dengan diri sendiri agar kedamaian sosial tetap terjaga.
Akhirnya, dirgahayu
Republik Indonesia yang ke-75 ditengah wabah Covid-19. Untuk anak-anak bangsa
sisingkan lengan bajumu, mari berbuat kebaikan sesuai kemampuan dan sesuai
tantangan zamanmu. Jayalah bangsaku. Semoga bermanfaat.