DI BAYANG-BAYANGI CLASSTER BARU JELANG PILKADA
Pada tahun ini
kita masi di baying-bayangi tentang kekejaman covid 19 yang seakan-akan engan
tuk pergi meningalkan kita, namun kali ini kita harus menerima kenyataan bahwa
kita masi harus hidup di temani dan terbiasa dengan adanya covid 19 ini di
tambah lagi dengan sebentar lagi kita akan masuk pada momuntuk bersejara dalam
penetuan nasi daerah kita lima tahun kedepan yaitu pemelihan kepala daerah yang
akan di rencanakan akan di laksanakan pada bulan desember nanti.
Pada 9 desember nanti pasti kita semua sudah pada tahu
tentang pemilihan serentak kepala daerah yang meliputi Pemilihan Gubernur,
bupati dan walikota se seluruh wilayah yang ada di Indonesia pada tanggal
tersebut, beberapa figur pun telah menyiapakan strategi jitu untuk kemenangan
dalam pertarungan memperebutkan kursi nomor satu yang ada di daerah mereka,
mulia dari belusukan ke daerah-daerah terpencil sampai ke dearah perkotaa tak
luput mereka jajaki untuk menarik simpati warga. Ada pula yang sudah mulai
kampanye kecil-kecillan entah itu berbentuk kempanye di media sosial maupun
dengan dating langsung ke hajatan-hajatan warga. Semuapun mereka lakukan untuk
kepentingan kemenangan dcalam pertarungan dalam memperebutkan tahtah jabatan.
Namun apakah kita sadar tentang status
penyebaran covid 19 saat ini yang terbilang masi sangat tinggi, pun masi adca
beberapa daerah yang sebelumnya sudah masuk pada zona hijau kini sudah masuk
kembali pada zuna merah, bahkan menjelang pilkada ini angkah penderita covid masi
saja tinggi. Regulasi atau peraturan pun gencar di luncurakan mulai dari tidak
di wajibkan membuat hajatan yang bersifat kerumunan, pun sampai dengan beberapa
tempat umum di larang di datangi dengan jumblah masa yang berlebihan, sebut
saja tempat ibadah dan sekolahan. Khusus sekolah sampai detik ini tidak ada
aktivitas kegiatan belajar mengajar dalam bentuk tatap muka atau bersekolah
normal seperti biasanya sebelum ada corona, apalagi kemari yang lagi
hangat-hangatnya di perbincangkan yaitu persoalan tidak ada ibadah haji namun
pilkadak tetap di jalangkan. Sangat menarik ketika kita berbicara persoalan
ini, aturan yang di keluaran kaya miring sebelah, mengapa saya berani berasumsi
peraturan ini miring sebelah kerang tidak ada satu barometer yang mengukur
bahwa dalam situasi pilkada saat ini tidak ada kerumunan, mungkin
sahabat-sahabat kritikan negeri sudah mulia melihat dari beberapa postingan di
media sosial tentang perkumpulan dan memperkenalkan atau pun deklarasi figur
calon kepada daerah yang gencar di lakukan pada daerah-daerah yang sedang
melakukan pemilihan tersebut.
Namun tampa kita sadari kita telah terbawa suasan pilkada
tersebut tampa kita melihat regulasi atau peraturan yang telah di keluarkan.
Saat ini pula di berbagai daerah tela gencar melakukan razi masker pada warga
namun apakah mereka sendiri patuh akan peraturan tersebut..?? saya piker tidak.
Kembali lagi pada situasi pilkada yang sebentar lagi akan masuk masa kampanye
yang sebenarnya pasti aka nada pertemuan besar-besaran yang di lakukan berbagai fikur ini, namun apakah bisa di
pastikan bahwa warga yang akan datang pada saat kampanye tersebut mematuhi
protocol kesehatan atau minimal selama kampanye nanti mengunakan masker? Saya
sendiri ragu akan hal itu. Karna tidak ada yang memastikan warga akan
mematuhinya karena kita ketahui saja tingkat kebosanan dalam memakai mesker itu
tidak lebih dari 2-3 menit. Silakan Tanya pakar psikologi tentang itu dari
dasar ini saya bisa bisa berasumsi bahwa akan banyak clasternisasi baru yang
akang terjadi pada saat pilkada pun
selesai pilkada nanti. Namun sunggu tak elok bila kita selalu mengkritik
pemerintah tampa meningkalkan saran dan solusi, jadi solusi atau saran dari
saya pribadi aparan keamana harus tegas dan persoaln ini ketika ada perkumpul
dalam suasana kampanye nanti yang tidak mematuhi protocol kesehatan atau tidak
memakai masker segerahlah di bubarkan tampa pandang bulu singah citra diri
pihak keamana di angkat tegas dan serius dalam pemutuhan mata rantai covid 19
ini.
Penulis : Kiki Paulus