Dalam konteks
kepemimpinan wanita seringkali di anak tirikan dalam hal untuk memimpin, mengapa demikian banyak wanita yang
ingin menjadi pemimpin tetapi di anggap tidak mampu memimpin, yang hanya didasarkan pada paradigma yang
menganggap wanita dalam hal untuk
mengambil keputusan sering kali menggunakan perasaan. Namun pada
realitanya tidak seperti itu, karena setiap perempuan memiliki prinsip yang
berbeda, yang di dasarkan pada pola pemikiranya masing-masing. Sehingga dalam
hal ini penulis bertujuan untuk membuka cakrawala berfikir bagi para wanita.
Berangkat dari teori kontingngensi atau
kontingency theory, beranggapan bahwa tidak ada cara yang paling baik untuk
memimpin dan menyatakan bahwa setiap gaya kepemimpinan harus didasarkan pada
situasi dan kondisi tertentu. Berdasarkan Teori kontingensi ini, seseorang
mungkin berhasil tampil dan memimpin sangat efektif di kondisi, situasi dan
tempat tertentu, namun kinerja kepemimpinannya akan menurun apabila dipindahkan
ke situasi dan kondisi lain atau ketika faktor di sekitarnya telah berubah.
Teori kontingensi atau Contingency Theory ini juga sering disebut dengan Teori
kepemimpinan situasional.
Dalam teori ini,
memberikan penjelasan kepada kita bahwa memimpin itu tidak ada batasan bagi
lelaki ataupun perempuan. Dalam konteks ini penulis ingin memberikan
penjelasan, bahwa hakekatnya dalam hal memimpin itu tergantung pada situasi
tertentu. Pada prinsipnya manusia bisa berubah-ubah setiap detik, menit, jam,
bahkan hari-hari tertentu. Artinya siapapun bisa berubah baik dia laki-laki
ataupun perempuan tergntung cara setiap personal dalam menghadapi keadaan. Jika
wanita memiliki pola fikir dan mampu beradaptasi dengan keadaan maka tentu
wanita memiliki potensi untuk memimpin. Hari ini kita bisa melihat banyak
wanita yang berhasi dalam segi memimpin, dan banyak juga gender pria yang gagal
dalam meimpin.
Hakekatnya memimpin
bukan hanya persoalan dia pria atau wanita akan tetapi bagimna cara seorang
pemimpin dalam menghadapi keadaan yang bisa saja menguntungkan ataupun
sebaliknya. untuk itu kepemimpinan dalam prespektif wanita bisa menggunakan
taktik-taktik tertentu untuk menarik bawahannya. yang pertama, menggunakan
manejemen kesan ( Impression manegement tactics), taktik ini bertujuan
mempengaruhi dalam hal menyukai sesuatu yang didasarkan pada keputusan bersama.
Dimana taktik ini menggunakan perasan kepada bawahanya agar tertarik terhadap
tindakan yang di lakukan. Oleh karena itu dalam hal memimpin tentunya perasaan
sangat diperlukan untuk memimpin bahwan.
Bahasa yang sederhana, memimpin itu tidak harus menggunakan otak, akan
tetapi Perlu dengan penjiwaan yaitu ( Hati). Karena pada prinsipnya banyak
orang yang menyukai pemeimpin yang selalu menggunakan perasaan ketimbang
pemikiran pemimpin yang di dasarkan pada asumsinya sendiri. Yang kedua, taktik reaktif ( Reactif tactics ) yaitu
menolak segala upaya pengaruh yang tidak di inginkan. Inilah taktik yang bisa
digunakan wanita dalam memimpin. Dimana dalam teori kontingensi bahwa kemajuan
seorang pemimpin terantung Cara seseorang menghadapi situasi tertentu. Untuk
itu konsistensi sangat di perlukan dalam taktik ini.
Hingganya penulis lebih
menitik beratkan pada konsintensi wanita dalam memimpin,dan berusaha
mehilangkan paradigma yang selama ini menganggap wanita itu tidak mampu
memimpin.karena pada prinsipnya wanita memilikih peluang dan tidak ada batasan
bagi siapa saja yang berusaha menghakimi wanita untuk terjun menjadi seorang
pemimpin.sebagaimana dalam amandemen UUD 1945 setiap orang berhak mendapat
perlakuan yang sama.adapaun rekomendasi dalam tulisan ini penulis mengharapkan
kepada para pembaca terhusus pada para wanita,lakukan apa yang menjadi keingin
dan landasi keinginan itu dengan konsistensi diri.
Penulis : Yuyun J. Bare'e